SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG DI BLOG TAKIYA AZKAH

Minggu, 01 April 2012

LAMA PERSALINAN

Persalinan
 Definisi Persalinan
Persalinan adalah suatu proses dimana seorang wanita melahirkan bayi yang diawali dengan kontraksi uterus yang teratur dan memuncak pada saat pengeluaran bayi sampai dengan pengeluaran plasenta dan selaputnya dimana proses persalinan ini akan berlangsung selama 12 sampai 14 jam 
2.2.2        Sebab-Sebab Mulainya Persalinan
1.      Penurunan Kadar Progesteron
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim. Sebaliknya estrogen meninggikan kerentanan otot rahim. Selama kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar progesteron dan estrogen didalam darah, tetapi pada akhir kehamilan atau 1-2 minggu sebelum partus terjadi penurunan pada progesteron sehingga timbul his.
2.      Teori Oxytocin
Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah. Oleh karena itu timbul kontraksi otot-otot rahim.
3.      Keregangan Otot-Otot
Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung, bila dindingnya teregang oleh karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya kehamilan makin teregang otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan.
4.      Pengaruh Janin
Hypofise dan kelenjar supra renal janin rupa-rupanya juga memegang peranan, oleh karena pada anencephalus kehamilan sering lebih lama dari biasa.
5.      Teori Prostaglandin
Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke 15 sampai aterm terus meningkat. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan. Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan. 
2.2.3        Tahap Persalinan
Tahap-tahap persalinan  antara lain :
1.      Kala I
Didefinisikan sebagai permulaan persalinan yang sebenarnya. Dibuktikan dengan perubahan serviks yang cepat dan diakhiri dengan dilatasi serviks yang komplit (10 cm), hal ini dikenal juga sebagai tahap dilatasi serviks.
Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan untuk multigravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurve Friedman, diperhitungkan pembukaan primigravida 1 cm/jam dan pembukaan multigravida 2 cm/jam.
a.       Fase laten
Dimulai dari puncak kontraksi yang regular sampai 3 cm dilatasi. Kontraksi terjadi setiap 10-20 menit dan berakhir 15-20 detik. Dimana pembukaan serviks berlangsung lambat, berlangsung dalam 7 -8 jam
b.      Fase aktif
Berlangsung mulai dari kemajuan aktif sampai dilatasi lengkap terjadi. Secara umum dari pembukaan 4 cm (akhir dari fase laten) sampai 10 cm atau dilatasi akhir kala I dan berlangsung selama 6 jam.
Fase aktif dibagi kedalam 3 fase :
a.       Akselerasi : berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm
b.      Dilatasi maksimal/kemajuan maksimal : selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat dari pembukaan 4 cm menjadi 9 cm
c.       Deselerasi : berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam dari pembukaan 9 sampai 10 cm atau lengkap
2.      Kala II
Dimulai dari pembukaan lengkap dari serviks dan berakhir dengan lahirnya bayi.
Lamanya kala II untuk primigravida 50 menit, dan multigravida 30 menit
Gejala utama kala II :
a.       His terkoordinir, kuat, cepat (2-3 menit sekali)
b.      Kepala janin di dasar panggul
c.       Merasa mau BAB
d.      Anus membuka
e.       Vulva membuka
f.       Perineum menonjol
g.      PD pembukaan lengkap
3.      Kala III
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
Tanda-tanda klinis dari pelepasan plasenta yaitu :
a.       Semburan darah
b.      Pemanjangan tali pusat
c.       Perubahan bentuk uterus : dari diksoid menjadi bentuk bundar (globular)
d.      Perubahan dalam posisi uterus : uterus naik di dalam abdomen.
4.      Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum, untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap perdarahan postpartum.
2.2.4        Tujuan Asuhan Persalinan
Memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang bayi. Banyak penyulit atau komplikasi yang mengakibatkan kematian ibu dan bayi dapat dihindarkan jika persalinan dikelola dengan baik. Semua kelahiran harus selalu dihadiri oleh petugas yang terlatih serta kompeten dengan secara cepat mendiagnosa dan menangani penyulit..
Pendekatan komprehensif merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan persalinan dan bayi baru lahir.
  
Lima benang merah dalam asuhan persalinan :
1.        Membuat keputusan klinik
a.       Pengumpulan data
b.      Diagnosis kerja
c.       Penatalaksanaan klinik
d.      Evaluasi hasil implementasi tatalaksana
2.        Asuhan sayang ibu dan bayi 
a.       Persalinan merupakan peristiwa alami
b.      Sebagian besar persalinan umumnya akan berlangsung normal
c.       Pertolongan memfasilitasi proses persalinan
d.      Tidak asing, bersahabat, rasa saling percaya, tahu dan siap membantu kebutuhan klien, memberi dukungan moril, dan kerjasama semua pihak (penolong-klien-keluarga)
3.        Pencegahan infeksi
a.       Kewaspadaan standar
b.      Mencegah terjadinya dan transmisi penyakit
c.       Proses pencegahan infeksi instrumen dan aplikasinya dalam pelayanan
d.      Barier protektif
e.       Budaya bersih dan lingkungan yang aman
4.        Rekam medik (Dokumentasi)
a.       Kelengkapan status klien
b.      Anamnesis, prosedur dan hasil pemeriksaan fisik, laboratorium, dan uji atau penapisan tambahan lainnya
c.       Partograf sebagai instrumen membuat keputusan dan dokumentasi klien
d.      Kesesuaian kondisi klien dan prosedur klinik terpilih
e.       Upaya dan tatalaksana rujukan yang diperlukan
5.        Sistem rujukan efektif
a.       Alasan keperluan rujukan
b.      Jenis rujukan (darurat atau optimal)
c.       Tatalaksana rujukan
d.      Upaya yang dilakukan selama merujuk
e.       Jaringan pelayanan dan pendidikan
f.       Menggunakan sistem umum dan sistem internal rujukan kesehatan 
Sebagai bidan, klien akan mengandalkan pengetahuan, keterampilan dan pengambilan keputusan yang kita lakukan untuk :
a.       Mendukung ibu dan keluarganya secara fisik dan emosional selama persalinan dan kelahiran
b.      Membuat diagnosa, menangani komplikasi-komplikasi dengan cara pemantauan ketat dan deteksi dini selama persalinan dan kelahiran
c.       Merujuk ibu untuk mendapatkan asuhan spesialis jika perlu
d.      Memberikan asuhan yang akurat kepada ibu, dengan intervensi minimal, sesuai dengan tahap persalinannya
e.       Memperkecil resiko infeksi dengan melaksanakan pencegahan infeksi yang aman
f.       Selalu memberitahukan pada ibu dan keluarganya mengenai kemajuan, adanya penyulit maupun intervensi yang akan dilakukan dalam persalinan
g.      Memberikan asuhan yang tepat untuk bayi segera setelah lahir
h.      Membantu ibu dengan pemberian asi dini

Tanda-Tanda Persalinan
            Tanda-tanda persalinan, antara lain :
a.      Tanda Persalinan Sudah Dekat
1.      Adanya Lightening
Menjelang minggu ke-36, pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul. Gambaran Lightening pada primigravida menunjukkan hubungan antara ketiga P, yaitu ; power (kekuatan his), passage (jalan lahir normal), passanger (janinnya dan plasenta).
2.      Terjadinya his permulaan (his palsu)
Sifat his permulaan (his palsu) :
a. Rasa nyeri ringan di bagian bawah
b. Datangnya tidak teratur
c. Tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda
d. Durasinya pendek
e. Tidak bertambah bila beraktifitas
b.      Tanda Persalinan
1.      Penipisan dan pembukaan serviks ( Effacement dan Dilatasi serviks )
Effacement serviks adalah pemendekan dan penipisan serviks selama tahap pertama persalinan. Serviks yang dalam kondisi normal memiliki panjang 2 sampai 3 cm dan tebal sekitar 1 cm, terangkat ke atas karena terjadi pemendekan gabungan otot uterus selama penipisan segmen bawah rahim pada tahap akhir persalinan. Hal ini menyebabkan bagian ujung serviks yang tipis saja yang dapat diraba setelah effacement lengkap. Pada kehamilan aterm pertama, effacement biasanya terjadi lebih dahulu dari pada dilatasi.. Pada kehamilan berikutnya, effacement dan dilatasi cenderung bersamaan. Tingkat effacement dinyatakan dalam persentase dari 0% sampai 100%. Dilatasi serviks adalah pembesaran atau pelebaran muara dan saluran serviks, yang terjadi pada awal persalinan. Diameter meningkat dari sekitar 1 cm sampai dilatasi lengkap (sekitar 10 cm) supaya janin aterm dapat dilahirkan. Apabila dilatasi serviks lengkap, serviks tidak lagi dapat di raba. Dilatasi serviks lengkap menandai akhir tahap pertama persalinan 
2.      Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit) 
Ibu melakukan kontraksi involunter dan volunter secara bersamaan untuk mengeluarkan janin dan plasenta dari uterus. Kontraksi uterus involunter, yang disebut kekuatan primer, menandai dimulainya persalinan. Kekuatan primer membuat serviks menipis, berdilatasi dan janin turun. Segera setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul, sifat kontraksi berubah, yakin bersifat mendorong keluar. Kekuatan sekunder tidak mempengaruhi dilatasi serviks, tetapi setelah dilatasi serviks lengkap, kekuatan ini cukup penting untuk mendorong bayi keluar dari uterus dan vagina
3.      Keluarnya lendir bercampur darah (Show) melalui vagina.
Sumbatan mukus, yang di buat oleh sekresi servikal dari proliferasi kelenjar mukosa servikal pada awal kehamilan, berperan sebagai barrier protektif dan menutup kanal servikal pada awal kehamilan. Blood show adalah pengeluaran dari mukus plug tersebut. Blood show merupakan tanda dari persalinan yang sudah dekat, yang biasanya terjadi dalam jangka waktu 24-48 jam terakhir, asalkan belum dilakukan pemeriksaan vaginal dalam 48 jam sebelumnya karena pemecahan mukus darah selama waktu tersebut mungkin hanya efek trauma minor atau pecahnya mukus plug selama pemeriksaan. Normalnya, darah yang keluar hanya beberapa tetes, perdarahan yang lebih banyak menunjukan penyebab yang abnormal.

LAMA PERSALINAN
Lama adalah tempo waktu atau panjang waktu. Lama persalinan adalah tempo waktu yang di perlukan untuk
bersalin yaitu dari pembukaan servik sampai lengkap yaitu 10 cm kemudian pengeluaran hasil konsepsi, ketuban dan plasenta.

Lama persalinan tidak mudah ditentukan secara tepat karena permulaan persalinan sering tidak jelas dan bersifat subyektif. Dalam studi terhadap wanita, yang persalinannya mulai secara spontan,  terdapat variasi yang luas untuk lama persalinan (Llewellyn, 2002, p.68).

Menurut Saifuddin, (2006, p. 100), Kala I dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase, fase laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) servik membuka dari 3 sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif. Kala II dimulai dari
pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primipara dan 1 jam pada multipara. Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Kala IV dimuali dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum. Tujuan asuhan persalinan ialah memberikan asuhan yang memadahi selama persalinan dalam upaya mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman. Menurut Llewellyn (2002, p. 69), ada beberapa faktor yang mempengaruhi lama persalinan, antara lain :
a. Usia
Masa reproduksi merupakan masa yang terpenting bagi wanita dan berlangsung kira-kira 33 tahun. Haid pada masa ini paling teratur dan siklus pada alat genetalia bermakna untuk memungkinkan kehamilan. Pada masa ini terjadi ovulasi kurang lebih 450 kali, dan selama ini wanita berdarah selama 1800 hari.  Biarpun pada umur 40 tahun keatas perempuan masih dapat hamil, fertilitas menurun cepat sesudah umur tersebut
(Wiknjosastro, 2005).

Usia ibu merupakan salah satu faktor resiko yang berhubungan dengan kualitas kehamilan atau berkaitan dengan kesiapan ibu dalam reproduksi. Usia kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum
matang, sehingga sering timbul komplikasi persalinan. Umur lebih dari  35 tahun berhubungan dengan mulainya terjadi regresi sel-sel tubuh berhubungan terutama dalam hal ini adalah endometrium. (Cuningham,
2001, p. 112).

Pada umur ibu kurang dari 20 tahun rahim dan panggul belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibanya apabila ibu hamil pada umur ini mungkin mengalami persalinan lama atau macet, karena ukuran kepala bayi lebih besar sehingga tidak dapat melewati panggul. Sedangkan pada umur ibu yang lebih dari 35 tahun, kesehatan ibu sudah mulai menurun, jalan lahir kaku, sehingga rigiditas tinggi. Selain itu beberapa penelitian yang dilakukan bahwa komplikasi penelitian yang dilakukan bahwa komplikasi kehamilan yaitu Preeklamasi, Abortus, partus lama lebih sering terjadi pada usia dini. Lebih dari 35 tahun akibatnya ibu hamil. Lebih dari 35 tahun. Pada zaman dahulu akibanya ibu hamil pada usi ini mungkin lebih besar anak cacat, persalinan lama, yaitu lebih dari 12 jam pada primi para dan lebih dari 12 jam dan 8 jam pada multi para. Selain itu dapat mengakibatkan perdarahan karena uterus tidak berkontraksi (Depkes, 2001).

b. Paritas.
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan ibu. Sampai dengan paritas tiga rahim ibu bisa kembali seperti sebelum hamil. Setiap kehamilan rahim mengalami pembesaran, terjadi peregangan otot-otot rahim selama 9 bulan kehamilan. Akibat regangan tersebut elastisitas otot-otot rahim tidak kembali seperti sebelum hamil setelah persalinan. Semakin sering ibu hamil dan melahirkan, semakin dekat jarak kehamiilan dan kelahiran, elastisitas uterus semakin terganggu, akibatnya uterus tidak berkontraksi secara sempurna dan mengakibatkan perdarahan pasca kehamilan (Sarwono, 2005).

c. Pengetahuan mengenai proses melahirkan.
Wanita yang tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya serta tidak dipersiapkan dengan teknik relaksasi dan pernafasan untuk mengatasi kontraksinya akan menangis dan bergerak tak terkendali di tempat tidur hanya karena kontraksi ringan. Sebaliknya, wanita yang telah dipersiapkan dalam menghadapi pengalaman
pelahiran ini dan mendapat dukungan dari orang terdekatnya atau tenaga profesional yang terlatih memimpin persalinan, atau wanita berpendidikan tidak menunjukkan kehilangan kendali atau menangis
bahkan pada kontraksi yang hebat sekalipun. Kontraksi mempunyai efek tambahan, yakni memanjangkan uterus yang berbentuk telur ini sekitar 5 sampai 10 cm, diikuti penurunan lebar bidang horisontal.
Akibatnya, kolumna vertebralis janin menjadi lurus sehingga menarik kutub atas janin bersentuhan langsung dengan fundus uteri yang berkontraksi, sementara kutub bagian bawah menuju ke bawah
dan terdorong masuk ke dalam pelvis. Dikenal sebagai tekanan aksis janin, hal ini juga menyebabkan serviks dn segmen bawah uterus mendapat tekanan sehingga mempengaruhi penipisan serta dilatasi
serviks (Varney, 2008, p. 675).

d. Besarnya janin dalam uterus.
Ukuran bayi terbesar yang dilahirkan per vaginam memastikan keadekuatan panggul wanita untuk ukuran bayi saat ini. Informasi ini juga menjadi dasar untuk mengantisipasi kemungkinan komplikasi jika dibanding dengan perkiraan berat janin dan penting untuk pengambilan keputusan berkenaan dengan rute pelahiran pada  presentasi bokong. Wanita yang mempunyai riwayat melahirkan bayi kecil dari ayah yang sama cenderung memiliki bayi yang kecil juga kali ini. Namun, hal ini dipengaruhi oleh gizi, hipertensi atau
diabetes (Varney, 2008, p. 692).

e. Ukuran dan bentuk panggul ibu.
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat, dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun  jaringan lunak, khususnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku. Oleh
karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai (Saifuddin, 2008, p. 62).

f. Pendidikan
Ibu yang mempunyai pendidikan tinggi, yang bekerja di sektor formal mempunyai akses yang lebih baik terhadap informasi tentang kesehatan, lebih aktif menentukan sikap dan lebih mandiri mengambil tindakan perawatan. Rendahnya pendidikan ibu, berdampak terhadap rendahnya pengetahuan ibu. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Makin rendah pengetahuan ibu, makin sedikit keiinginan memanfaatkan pelayanan kesehatan (Rukmini, 2005).


Jumat, 30 Maret 2012

Pemilihan Penolong Persalinan



Salah satu faktor yang paling mempengaruhi apa yang akan terjadi selama
proses melahirkan adalah memilih penolong dalam membantu proses
melahirkan (Gaskin, 2003)
1. Definisi
Pemilihan penolong persalinan adalah suatu penetapan pilihan
penolong persalinan terhadap persalinan ibu yang melahirkan.
2. Macam-Macam Penolong Persalinan
Menurut Syafrudin (2009) dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak,
dikenal beberapa jenis tenaga yang memberi pertolongan kepada
masyarakat. Jenis tenaga tersebut adalah sebagai berikut :
1) Tenaga kesehatan, meliputi : dokter spesialis dan bidan.
2) Tenaga non kesehatan :
a. Dukun terlatih : Dukun yang telah mendapatkan pelatihan oleh
tenaga kesehatan dan telah dinyatakan lulus.
b. Dukun tidak terlatih : Dukun yang belum pernah dilatih oleh tenaga
kesehatan atau dukun yang sedang dilatih dan belum dinyatakan
lulus.

B. Penolong Persalinan
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran
bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan disusul dengan pengeluaran
plasenta dan selaput janin dari ibu (JNPK-KR, 2007). Penolong pesalinan
merupakan salah satu bagian dari pelayanan antenatal care. Manuaba (2001)
peningkatan pelayanan antenatal, penerimaan gerakan keluarga berenana,
melaksanakan persalinan bersih dan aman dan meningkatan pelayanan
obstetric esensial dan darurat yang merupakan pelayanan kesehatan primer.
Persalinan yang aman memastikan bahwa semua penolong persalinan
mempunyai ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman
dan bersih (Syafrudin, 2009). Pelayanan pertolongan persalinan adalah suatu
bentuk pelayanan terhadap persalinan ibu melahirkan yang dilakukan oleh
penolong persalinan baik oleh tenakes seperti dokter dan bidan atau non
tenakes seperti dukun.
Jenis-jenis penolong persalinan adalah :
1. Dukun
Pengertian dukun biasanya seorang wanita sudah berumur ± 40
tahun ke atas, pekerjaan ini turun temurun dalam keluarga atau karena ia
merasa mendapat panggilan tugas ini (Wiknjosastro, 2007). Menurut
Syafrudin (2009), jenis dukun terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Dukun terlatih : Dukun yang telah mendapatkan pelatihan oleh tenaga
kesehatan dan telah dinyatakan lulus.

b. Dukun tidak terlatih : Dukun yang belum pernah dilatih oleh tenaga
kesehatan atau dukun yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
Penolong persalinan oleh dukun mengenai pengetahuan tentang
fisiologis dan patologis dalam kehamilan, persalinan, serta nifas sangat
terbatas oleh karena atau apabila timbul komplikasi ia tidak mampu untuk
mengatasinya, bahkan tidak menyadari akibatnya, dukun tersebut
menolong hanya berdasarkan pengalaman dan kurang profesional.
Berbagai kasus sering menimpa seorang ibu atau bayi sampai pada
kematian ibu dan anak (Wiknjosastro, 2005).
Seperti diketahui, dukun bayi adalah merupakan sosok yang sangat
dipercayai di kalangan masyarakat. Mereka memberikan pelayanan
khususnya bagi ibu hamil sampai dengan nifas secara sabar. Apabila
pelayanan selesai mereka lakukan, sangat diakui oleh masyarakat bahwa
mereka memiliki tarif pelayanan yang jauh lebih murah dibandingkan
dengan bidan. Umumnya masyarakat merasa nyaman dan tenang bila
persalinannya ditolong oleh dukun atau lebih dikenal dengan bidan
kampung, akan tetapi ilmu kebidanan yang dimiliki dukun tersebut sangat
terbatas karena didapatkan secara turun temurun (tidak berkembang)
(Meilani dkk, 2009).
Dalam usaha meningkatkan pelayanan kebidanan dan kesehatan
anak maka tenaga kesehatan seperti bidan mengajak dukun untuk
melakukan pelatihan dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan
dalam menolong persalinan, selain itu dapat juga mengenal tanda-tanda

bahaya dalam kehamilan dan persalinan, selain itu dapat juga mengenal
tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan dan segera minta
pertolongan pada bidan. Dukun yang ada harus ditingkatkan
kemampuannya, tetapi kita tidak dapat bekerjasama dengan dukun dalam
mengurangi angka kematian dan angka kesakitan (Wiknjosastro, 2005).
2. Bidan
Definisi bidan menurut Keputusan Menteri Kesehatan 2007 adalah
seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di
negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi
untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk
melakukan praktik bidan.
Bidan adalah seorang tenaga kesehatan yang mempunyai tugas
penting dalam bimbingan dan penyuluhan kepada ibu hamil, persalinan
nifas dan menolong persalinan dengan tanggung jawabnya sendiri, serta
memberikan asuhan kepada bayi baru lahir (prenatal care) (Wiknjosastro,
2005). Asuhan ini termasuk tindakan pencegahan deteksi kondisi
abnormal ibu dan anak, usaha mendapatkan bantuan medic dan
melaksanakan tindakan kedaruratan dimana tidak ada tenaga bantuan
medic. Dia mempunyai tugas penting dalam pendidikan dan konseling,
tidak hanya untuk klien tetapi juga untuk keluarga dan masyarakat
(Notoatmodjo, 2003).
Pada saat ini, ada dua jenis bidan, yaitu mereka yang mendapat
pendidikan khusus selama tiga tahun dan perawat yang kemudian dididik selama satu tahun mengenai kebidanan dan disebut sebagai perawat bidan
(Syafrudin, 2009). Salah satu tempat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan ibu dan anak adalah BPS (Bidan Praktek Swasta)
Menurut Meilani dkk (2009) BPS adalah satu wahana pelaksanaan
praktik seorang bidan di masyarakat. Praktik pelayanan bidan perorangan
(swasta), merupakan penyediaan pelayanan kesehatan, yang memiliki
kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Setelah bidan melaksanakan
pelayanan di lapangan, untuk menjaga kualitas dan keamanan dari layanan
bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kewenangannya.
Penyebaran dan pendistribusian badan yang melaksanakan praktik perlu
pengaturan agar dapat pemerataan akses pelayanan yang sedekat mungkin
dengan masyarakat yang membutuhkannya. Tarif dari pelayanan bidan
praktik akan lebih baik apabila ada pengaturan yang jelas dan transparans,
sehingga masyarakat tidak ragu untuk datang ke pelayanan Bidan Praktik
Perorangan (swasta).
Layanan kebidanan dimaksudkan untuk sebisa mungkin
mengurangi intervensi medis. Bidan memberikan pelayanan yang
dibutuhkan wanita hamil yang sehat sebelum melahirkan. Cara kerja
mereka yang ideal adalah bekerjasama dengan setiap wanita dan
keluarganya untuk mengidentifikasi kebutuhan fisik, social dan emosional
yang unik dari wanita yang melahirkan. Layanan kebidanan terkait dengan usaha untuk meminimalisir episiotomy, penggunaan forcep, epidural dan
operasi sesar (Gaskin, 2003)
3. Dokter Spesialis Kandungan
Dokter spesialis kandungan adalah dokter yang mengambil
spesialis kandungan. Pendidikan yang mereka jalani difokuskan untuk
mendeteksi dan menangani penyakit yang terkait dengan kehamilan,
terkadang yang terkait dengan proses melahirkan. Seperti halnya dokter
ahli bedah (Gaskin, 2003)
Dokter spesialis kandungan dilatih untuk mendeteksi patologi.
Ketika mereka mendeteksinya, seperti mereka yang sudah pelajari, mereka
akan memfokuskan tugasnya untuk melakukan intervensi medis. Dokter
spesialis kandungan menangani wanita hamil yang sehat, demikian juga
wanita hamil yang sakit dan beresiko tinggi. Ketika mereka menangani
wanita hamil yang sehat, mereka sering melakukan intervensi medis yang
seharusnya hanya dilakukan pada wanita hamil yang sakit atau dalam
keadaan kritis. Disebagian besar negara dunia, tugas dokter kandungan
adalah untuk menangani wanita hamil yang sakit atau dalam keadaan kritis
(Gaskin, 2003).
Baik dokter spesialis kandungan maupun bidan bekerja lebih
higienis dengan ruang lingkup hampir mencakup seluruh golongan
masyarakat. Umumnya, mereka hanya dapat mengulangi kasus-kasus
fisiologis saja, walaupun dokter spesialis secara teoritis telah dipersiapkan
untuk menghadapi kasus patologis. Jika mereka sanggup, harus segera merujuk selama pasien masih dalam keadaan cukup baik (Syafrudin,
2009).
Walaupun mereka dapat menanggulangi semua kasus, tetapi hanya
sebagian kecil saja masyarakat yang dapat menikmatinya. Hal ini
disebabkan karena biaya yang terlalu mahal, jumlah yang terlalu sedikit
dan penyebaran yang tidak merata. Dilihat dari segi pelayanan, tenaga ahli
ini sangat terbatas kegunaannya. Namun, sebetulnya mereka dapat
memperluas fungsinya dengan bertindak sebagai konseptor program
obstetri yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh dokter spesialis atau
bidan (Syafrudin, 2009).
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemilihan Penolong
Persalinan
Pemilihan penolong selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas
bukanlah suatu proses yang sederhana. Ada banyak faktor yang berkontribusi
dalam proses pengambilan keputusan tersebut, hal ini terjadi pada perempuan
yang baru pertama kali hamil ataupun ibu primipara yang baru saja
melahirkan. Faktor - faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Keyakinan dan Kepatuhan Mengikuti Adat
Keyakinan dan kepatuhan mengikuti adat istiadat selama masa
kehamilan, persalinan, dan nifas mempengaruhi perempuan dalam
memilih penolong. Dimasyarakat, selain dipercaya memiliki kemampuan
untuk memeriksa dipercaya memiliki pengetahuan sering diminta untuk
memimpin upacara-upacara selamatan seperti empat bulanan dan tujuh bulanan. Hal ini berbeda dengan bidan. Asumsi di masyarakat, bidan
adalah hanya memiliki keahlian dalam memeriksakan kehamilan,
persalinan dan nifas, tetapi mereka tidak memiliki pengetahuan tentang
keharudan dan larangan atau adat istiadat selama kehamilan, persalinan
dan nifas. Oleh karena itu perempuan yang masih taat dan patuh mengikuti
adat istiadat akan lebih memilih dukun dari pada bidan atau kalau pun
mereka memilih memeriksakan kehamilannya ke bidan mereka juga akan
meminta dukun untuk memimpin upacara tujuh bulanan dan sebagainya
atau meminta saran dan dukun berkaitan dengan keharusan dan pantangan
selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas (Juariah, 2009).
2. Akses Terhadap Informasi Kesehatan
Informasi tentang kehamilan, persalinan, dan nifas memiliki pengaruh
penting terhadap perempuan dalam memilih penolong. Dari informasi
yang diterima, mereka dapat memahami komplikasi yang dapat muncul
selama periode tersebut. Sehingga mereka akan lebih berhati-hati untuk
memilih penolong. Perempuan yang tidak memiliki informasi kesehatan
lebih cenderung untuk memilih dukun dibandingkan dengan perempuan
yang memiliki akses terhadap informasi kesehatan. Akses tersebut dapat
diperoleh melalui pendidikan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, bukubuku
atau majalah kesehatan, dan lain-lain (Juariah, 2009).
3. Persepsi Tentang Jarak
Jarak (fisik dan sosial) dapat menjadi faktor yang mempengaruhi
seorang perempuan dalam memilih penolong selama masa kehamilan, persalinan dan nifas. Perempuan yang memilih dukun beralasan pertama
karena dukun tinggal dekat dengan rumah mereka. Jadi walaupun di
kampung yang sama ada bidan, mereka tetap memilih dukun sebagai
penolong. Sebaliknya, perempuan yang memilih bidan juga beralasan
karena mereka sudah familiar dengan bidan tersebut karena sejak hamil
mereka sudah memeriksakan kehamilannya ke bidan (Juariah, 2009).
4. Dukungan suami dan keluarga
Suami dam keluarga memiliki peranan penting dalam memilih
penolong selama kehamilan, persalinan dan nifas. Hal ini terutama terjadi
pada perempuan yang relatife muda usianya sehingga kemampuan
mengambil keputusan secara mandiri masih rendah. Mereka berpendapat
bahwa pilihan orang yang lebih tua adalah yang terbaik karena orang tua
lebih berpengalaman daripada mereka. Selain itu, kalau mereka mengikuti
saran orang tua, jika terjadi sesuatu yang buruk, maka seluruh keluarga
dan terutama orang tua akan ikut bertanggung jawab. Oleh karena itu
ketika orang tua menyarankan memilih dukun, mereka akan memilih
dukun ataupun sebaliknya.
Hal ini agak berbeda dengan perempuan yang lebih dewasa usianya.
Mereka lebih mampu mengambil keputusan sendiri dalam memilih
penolong. Sebagai contoh, dalam penelitian yang penulis laakukan, ada
perempuan yang meskipun mendapat saran dari ibunya untuk memilih
dukun tetapi memutuskan untuk memilih bidan karena dia fikir jika terjadi satu masalah muncul, dia dan bayinya yang akan menjadi “korban”
(Juariah, 2009)
Adapun dari segi karakteristik ibu dalam pemilihan penolong persalinan
antara lain :
1. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan
respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan
tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi
yang datang dan alasan berfikir sejauh mana keuntungan yang mungkin
akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. Perempuan yang tidak lagi
meyakini atau sudah mulai longgar keyakinanya dengan adat istiadat.
Biasanya kalangan ini memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Mereka lebih mudah mengadop informasi tentang kesehatan baik dari
bidan atau tenaga kesehatan ataupun media cetak maupun elektronik.
Mereka berpendapat bahwa pendidikan kesehatan dan bidan lebih
bermanfaat untuk kesehatan mereka dan bayinya dan mereka meyakini
kalau memeriksakan kehamilan kepada tenaga kesehaan, pertolongan
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, tanpa memperdulikan adat
istiadatpun bayinya akan selamat. Oleh karena itu mereka berpendapat
tidak ada gunanya mengikuti pantangan kalau tidak rasional alasanya.
Perempuan dan kalangan ini biasanya hanya akan memilih tenaga
kesehatan sebagai penolong selama kehamilan, persalinan maupun
nifasnya (Juariah, 2009) 2. Pekerjaan
Pekerjaan ibu adalah kegiatan rutin sehari-hari yang dilakukan oleh
seorang ibu dengan maksud untuk memperoleh penghasilan. Setiap
pekerjaan apapun jenisnya, apakah pekerjaan tersebut memerlukan
kekutan otot atau pemikiran, adalah beban bagi yang melakukan. Beban
ini dapat berupa beban fisik, beban mental, ataupun beban social sesuai
dengan jenis pekerjaan si pelaku. Kemampuan kerja pada umumnya
diukur dari ketrampilan dalam melaksanakan pekerjaan. Semakin tinngi
ketrampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja, semakin efisien badan
(anggota badan), tenaga dan pemikiran (mentahnya) dalam melaksanakan
pekerjaan. Penggunaan tenaga dan mental atau jiwa yang efisien, berarti
beban kerjanya relative mudah (Notoatmodjo, 2007).
Suatu pekerjaan merupakan hal yang kuat dalam pemanfaatan
fasilitas kesehatan modern. Perempuan yang menjadi ibu rumah tangga
tanpa bekerja di luar rumah, secara finansial mereka tergantung pada
suaminya. Sehingga, ketika suaminya berpenghasilan sedikit, juga akan
berdampak terhadap tabungan mereka untuk melahirkan. Selain itu,
ketidaksiapan secara finansial, selain berkaitan dengan jumlah
penghasilan,juga dengan kemauan untuk menabung untuk p ersiapan
persalinan. Hal ini menjadi alasan perempuan untuk lebih memilih dukun
sebagai penolong. Sebaliknya, perempuan yang secara finansial lebih
baik, apakah karenan penghasilan suaminya lebih memadai, atau karena
mereka juga berpenghasilan, lebih memiliki kesiapan secara finansial. Selain itu, perempuan yang sudah mempersiapkan biaya persalianannya,
dengan cara menabung sebagian penghasilannya atau penghasilan
suaminya, akan memilih untuk melahirkan di bidan (Juariah, 2009).
3. Keadaan Sosial Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan
sekunder keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah
tercukupi dibanding keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pendidikan.
Hal ini menjadi alasan perempuan untuk lebih memilih dukun
sebagai penolong. Karena mereka beralasan bahwa dukun lebih murah
dibanding tenaga kesehatan lainnya. Mereka menganggap dukun murah
karena mereka dapat membayarnya dengan beras, kelapa atau ayam yang
tersedia di rumah mereka. Mereka tidak ingin memilih bidan karena
mereka harus membayar bidan dengan uang yang kadang-kadang tidak
tersedia di rumah mereka (Juariah, 2009).
Sebaliknya, perempuan yang menganggap bahwa biaya ke dukun sama
dengan ke bidan, hanya cara pembayarannya yang berbeda cenderung
akan memilih bidan. Mereka berpendapat bahwa, jika memilih bidan
mereka harus membayar dengan uang yang relatif banyak dalam sekali
waktu, tetapi jika mereka memilih dukun, mereka harus membayar secara
berkesinambungan sampai periode nifas (Juariah, 2009).