Jumat, 30 Maret 2012
Pemilihan Penolong Persalinan
Salah satu faktor yang paling mempengaruhi apa yang akan terjadi selama
proses melahirkan adalah memilih penolong dalam membantu proses
melahirkan (Gaskin, 2003)
1. Definisi
Pemilihan penolong persalinan adalah suatu penetapan pilihan
penolong persalinan terhadap persalinan ibu yang melahirkan.
2. Macam-Macam Penolong Persalinan
Menurut Syafrudin (2009) dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak,
dikenal beberapa jenis tenaga yang memberi pertolongan kepada
masyarakat. Jenis tenaga tersebut adalah sebagai berikut :
1) Tenaga kesehatan, meliputi : dokter spesialis dan bidan.
2) Tenaga non kesehatan :
a. Dukun terlatih : Dukun yang telah mendapatkan pelatihan oleh
tenaga kesehatan dan telah dinyatakan lulus.
b. Dukun tidak terlatih : Dukun yang belum pernah dilatih oleh tenaga
kesehatan atau dukun yang sedang dilatih dan belum dinyatakan
lulus.
B. Penolong Persalinan
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran
bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan disusul dengan pengeluaran
plasenta dan selaput janin dari ibu (JNPK-KR, 2007). Penolong pesalinan
merupakan salah satu bagian dari pelayanan antenatal care. Manuaba (2001)
peningkatan pelayanan antenatal, penerimaan gerakan keluarga berenana,
melaksanakan persalinan bersih dan aman dan meningkatan pelayanan
obstetric esensial dan darurat yang merupakan pelayanan kesehatan primer.
Persalinan yang aman memastikan bahwa semua penolong persalinan
mempunyai ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman
dan bersih (Syafrudin, 2009). Pelayanan pertolongan persalinan adalah suatu
bentuk pelayanan terhadap persalinan ibu melahirkan yang dilakukan oleh
penolong persalinan baik oleh tenakes seperti dokter dan bidan atau non
tenakes seperti dukun.
Jenis-jenis penolong persalinan adalah :
1. Dukun
Pengertian dukun biasanya seorang wanita sudah berumur ± 40
tahun ke atas, pekerjaan ini turun temurun dalam keluarga atau karena ia
merasa mendapat panggilan tugas ini (Wiknjosastro, 2007). Menurut
Syafrudin (2009), jenis dukun terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Dukun terlatih : Dukun yang telah mendapatkan pelatihan oleh tenaga
kesehatan dan telah dinyatakan lulus.
b. Dukun tidak terlatih : Dukun yang belum pernah dilatih oleh tenaga
kesehatan atau dukun yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
Penolong persalinan oleh dukun mengenai pengetahuan tentang
fisiologis dan patologis dalam kehamilan, persalinan, serta nifas sangat
terbatas oleh karena atau apabila timbul komplikasi ia tidak mampu untuk
mengatasinya, bahkan tidak menyadari akibatnya, dukun tersebut
menolong hanya berdasarkan pengalaman dan kurang profesional.
Berbagai kasus sering menimpa seorang ibu atau bayi sampai pada
kematian ibu dan anak (Wiknjosastro, 2005).
Seperti diketahui, dukun bayi adalah merupakan sosok yang sangat
dipercayai di kalangan masyarakat. Mereka memberikan pelayanan
khususnya bagi ibu hamil sampai dengan nifas secara sabar. Apabila
pelayanan selesai mereka lakukan, sangat diakui oleh masyarakat bahwa
mereka memiliki tarif pelayanan yang jauh lebih murah dibandingkan
dengan bidan. Umumnya masyarakat merasa nyaman dan tenang bila
persalinannya ditolong oleh dukun atau lebih dikenal dengan bidan
kampung, akan tetapi ilmu kebidanan yang dimiliki dukun tersebut sangat
terbatas karena didapatkan secara turun temurun (tidak berkembang)
(Meilani dkk, 2009).
Dalam usaha meningkatkan pelayanan kebidanan dan kesehatan
anak maka tenaga kesehatan seperti bidan mengajak dukun untuk
melakukan pelatihan dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan
dalam menolong persalinan, selain itu dapat juga mengenal tanda-tanda
bahaya dalam kehamilan dan persalinan, selain itu dapat juga mengenal
tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan dan segera minta
pertolongan pada bidan. Dukun yang ada harus ditingkatkan
kemampuannya, tetapi kita tidak dapat bekerjasama dengan dukun dalam
mengurangi angka kematian dan angka kesakitan (Wiknjosastro, 2005).
2. Bidan
Definisi bidan menurut Keputusan Menteri Kesehatan 2007 adalah
seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di
negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi
untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk
melakukan praktik bidan.
Bidan adalah seorang tenaga kesehatan yang mempunyai tugas
penting dalam bimbingan dan penyuluhan kepada ibu hamil, persalinan
nifas dan menolong persalinan dengan tanggung jawabnya sendiri, serta
memberikan asuhan kepada bayi baru lahir (prenatal care) (Wiknjosastro,
2005). Asuhan ini termasuk tindakan pencegahan deteksi kondisi
abnormal ibu dan anak, usaha mendapatkan bantuan medic dan
melaksanakan tindakan kedaruratan dimana tidak ada tenaga bantuan
medic. Dia mempunyai tugas penting dalam pendidikan dan konseling,
tidak hanya untuk klien tetapi juga untuk keluarga dan masyarakat
(Notoatmodjo, 2003).
Pada saat ini, ada dua jenis bidan, yaitu mereka yang mendapat
pendidikan khusus selama tiga tahun dan perawat yang kemudian dididik selama satu tahun mengenai kebidanan dan disebut sebagai perawat bidan
(Syafrudin, 2009). Salah satu tempat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan ibu dan anak adalah BPS (Bidan Praktek Swasta)
Menurut Meilani dkk (2009) BPS adalah satu wahana pelaksanaan
praktik seorang bidan di masyarakat. Praktik pelayanan bidan perorangan
(swasta), merupakan penyediaan pelayanan kesehatan, yang memiliki
kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Setelah bidan melaksanakan
pelayanan di lapangan, untuk menjaga kualitas dan keamanan dari layanan
bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kewenangannya.
Penyebaran dan pendistribusian badan yang melaksanakan praktik perlu
pengaturan agar dapat pemerataan akses pelayanan yang sedekat mungkin
dengan masyarakat yang membutuhkannya. Tarif dari pelayanan bidan
praktik akan lebih baik apabila ada pengaturan yang jelas dan transparans,
sehingga masyarakat tidak ragu untuk datang ke pelayanan Bidan Praktik
Perorangan (swasta).
Layanan kebidanan dimaksudkan untuk sebisa mungkin
mengurangi intervensi medis. Bidan memberikan pelayanan yang
dibutuhkan wanita hamil yang sehat sebelum melahirkan. Cara kerja
mereka yang ideal adalah bekerjasama dengan setiap wanita dan
keluarganya untuk mengidentifikasi kebutuhan fisik, social dan emosional
yang unik dari wanita yang melahirkan. Layanan kebidanan terkait dengan usaha untuk meminimalisir episiotomy, penggunaan forcep, epidural dan
operasi sesar (Gaskin, 2003)
3. Dokter Spesialis Kandungan
Dokter spesialis kandungan adalah dokter yang mengambil
spesialis kandungan. Pendidikan yang mereka jalani difokuskan untuk
mendeteksi dan menangani penyakit yang terkait dengan kehamilan,
terkadang yang terkait dengan proses melahirkan. Seperti halnya dokter
ahli bedah (Gaskin, 2003)
Dokter spesialis kandungan dilatih untuk mendeteksi patologi.
Ketika mereka mendeteksinya, seperti mereka yang sudah pelajari, mereka
akan memfokuskan tugasnya untuk melakukan intervensi medis. Dokter
spesialis kandungan menangani wanita hamil yang sehat, demikian juga
wanita hamil yang sakit dan beresiko tinggi. Ketika mereka menangani
wanita hamil yang sehat, mereka sering melakukan intervensi medis yang
seharusnya hanya dilakukan pada wanita hamil yang sakit atau dalam
keadaan kritis. Disebagian besar negara dunia, tugas dokter kandungan
adalah untuk menangani wanita hamil yang sakit atau dalam keadaan kritis
(Gaskin, 2003).
Baik dokter spesialis kandungan maupun bidan bekerja lebih
higienis dengan ruang lingkup hampir mencakup seluruh golongan
masyarakat. Umumnya, mereka hanya dapat mengulangi kasus-kasus
fisiologis saja, walaupun dokter spesialis secara teoritis telah dipersiapkan
untuk menghadapi kasus patologis. Jika mereka sanggup, harus segera merujuk selama pasien masih dalam keadaan cukup baik (Syafrudin,
2009).
Walaupun mereka dapat menanggulangi semua kasus, tetapi hanya
sebagian kecil saja masyarakat yang dapat menikmatinya. Hal ini
disebabkan karena biaya yang terlalu mahal, jumlah yang terlalu sedikit
dan penyebaran yang tidak merata. Dilihat dari segi pelayanan, tenaga ahli
ini sangat terbatas kegunaannya. Namun, sebetulnya mereka dapat
memperluas fungsinya dengan bertindak sebagai konseptor program
obstetri yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh dokter spesialis atau
bidan (Syafrudin, 2009).
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemilihan Penolong
Persalinan
Pemilihan penolong selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas
bukanlah suatu proses yang sederhana. Ada banyak faktor yang berkontribusi
dalam proses pengambilan keputusan tersebut, hal ini terjadi pada perempuan
yang baru pertama kali hamil ataupun ibu primipara yang baru saja
melahirkan. Faktor - faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Keyakinan dan Kepatuhan Mengikuti Adat
Keyakinan dan kepatuhan mengikuti adat istiadat selama masa
kehamilan, persalinan, dan nifas mempengaruhi perempuan dalam
memilih penolong. Dimasyarakat, selain dipercaya memiliki kemampuan
untuk memeriksa dipercaya memiliki pengetahuan sering diminta untuk
memimpin upacara-upacara selamatan seperti empat bulanan dan tujuh bulanan. Hal ini berbeda dengan bidan. Asumsi di masyarakat, bidan
adalah hanya memiliki keahlian dalam memeriksakan kehamilan,
persalinan dan nifas, tetapi mereka tidak memiliki pengetahuan tentang
keharudan dan larangan atau adat istiadat selama kehamilan, persalinan
dan nifas. Oleh karena itu perempuan yang masih taat dan patuh mengikuti
adat istiadat akan lebih memilih dukun dari pada bidan atau kalau pun
mereka memilih memeriksakan kehamilannya ke bidan mereka juga akan
meminta dukun untuk memimpin upacara tujuh bulanan dan sebagainya
atau meminta saran dan dukun berkaitan dengan keharusan dan pantangan
selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas (Juariah, 2009).
2. Akses Terhadap Informasi Kesehatan
Informasi tentang kehamilan, persalinan, dan nifas memiliki pengaruh
penting terhadap perempuan dalam memilih penolong. Dari informasi
yang diterima, mereka dapat memahami komplikasi yang dapat muncul
selama periode tersebut. Sehingga mereka akan lebih berhati-hati untuk
memilih penolong. Perempuan yang tidak memiliki informasi kesehatan
lebih cenderung untuk memilih dukun dibandingkan dengan perempuan
yang memiliki akses terhadap informasi kesehatan. Akses tersebut dapat
diperoleh melalui pendidikan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, bukubuku
atau majalah kesehatan, dan lain-lain (Juariah, 2009).
3. Persepsi Tentang Jarak
Jarak (fisik dan sosial) dapat menjadi faktor yang mempengaruhi
seorang perempuan dalam memilih penolong selama masa kehamilan, persalinan dan nifas. Perempuan yang memilih dukun beralasan pertama
karena dukun tinggal dekat dengan rumah mereka. Jadi walaupun di
kampung yang sama ada bidan, mereka tetap memilih dukun sebagai
penolong. Sebaliknya, perempuan yang memilih bidan juga beralasan
karena mereka sudah familiar dengan bidan tersebut karena sejak hamil
mereka sudah memeriksakan kehamilannya ke bidan (Juariah, 2009).
4. Dukungan suami dan keluarga
Suami dam keluarga memiliki peranan penting dalam memilih
penolong selama kehamilan, persalinan dan nifas. Hal ini terutama terjadi
pada perempuan yang relatife muda usianya sehingga kemampuan
mengambil keputusan secara mandiri masih rendah. Mereka berpendapat
bahwa pilihan orang yang lebih tua adalah yang terbaik karena orang tua
lebih berpengalaman daripada mereka. Selain itu, kalau mereka mengikuti
saran orang tua, jika terjadi sesuatu yang buruk, maka seluruh keluarga
dan terutama orang tua akan ikut bertanggung jawab. Oleh karena itu
ketika orang tua menyarankan memilih dukun, mereka akan memilih
dukun ataupun sebaliknya.
Hal ini agak berbeda dengan perempuan yang lebih dewasa usianya.
Mereka lebih mampu mengambil keputusan sendiri dalam memilih
penolong. Sebagai contoh, dalam penelitian yang penulis laakukan, ada
perempuan yang meskipun mendapat saran dari ibunya untuk memilih
dukun tetapi memutuskan untuk memilih bidan karena dia fikir jika terjadi satu masalah muncul, dia dan bayinya yang akan menjadi “korban”
(Juariah, 2009)
Adapun dari segi karakteristik ibu dalam pemilihan penolong persalinan
antara lain :
1. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan
respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan
tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi
yang datang dan alasan berfikir sejauh mana keuntungan yang mungkin
akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. Perempuan yang tidak lagi
meyakini atau sudah mulai longgar keyakinanya dengan adat istiadat.
Biasanya kalangan ini memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Mereka lebih mudah mengadop informasi tentang kesehatan baik dari
bidan atau tenaga kesehatan ataupun media cetak maupun elektronik.
Mereka berpendapat bahwa pendidikan kesehatan dan bidan lebih
bermanfaat untuk kesehatan mereka dan bayinya dan mereka meyakini
kalau memeriksakan kehamilan kepada tenaga kesehaan, pertolongan
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, tanpa memperdulikan adat
istiadatpun bayinya akan selamat. Oleh karena itu mereka berpendapat
tidak ada gunanya mengikuti pantangan kalau tidak rasional alasanya.
Perempuan dan kalangan ini biasanya hanya akan memilih tenaga
kesehatan sebagai penolong selama kehamilan, persalinan maupun
nifasnya (Juariah, 2009) 2. Pekerjaan
Pekerjaan ibu adalah kegiatan rutin sehari-hari yang dilakukan oleh
seorang ibu dengan maksud untuk memperoleh penghasilan. Setiap
pekerjaan apapun jenisnya, apakah pekerjaan tersebut memerlukan
kekutan otot atau pemikiran, adalah beban bagi yang melakukan. Beban
ini dapat berupa beban fisik, beban mental, ataupun beban social sesuai
dengan jenis pekerjaan si pelaku. Kemampuan kerja pada umumnya
diukur dari ketrampilan dalam melaksanakan pekerjaan. Semakin tinngi
ketrampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja, semakin efisien badan
(anggota badan), tenaga dan pemikiran (mentahnya) dalam melaksanakan
pekerjaan. Penggunaan tenaga dan mental atau jiwa yang efisien, berarti
beban kerjanya relative mudah (Notoatmodjo, 2007).
Suatu pekerjaan merupakan hal yang kuat dalam pemanfaatan
fasilitas kesehatan modern. Perempuan yang menjadi ibu rumah tangga
tanpa bekerja di luar rumah, secara finansial mereka tergantung pada
suaminya. Sehingga, ketika suaminya berpenghasilan sedikit, juga akan
berdampak terhadap tabungan mereka untuk melahirkan. Selain itu,
ketidaksiapan secara finansial, selain berkaitan dengan jumlah
penghasilan,juga dengan kemauan untuk menabung untuk p ersiapan
persalinan. Hal ini menjadi alasan perempuan untuk lebih memilih dukun
sebagai penolong. Sebaliknya, perempuan yang secara finansial lebih
baik, apakah karenan penghasilan suaminya lebih memadai, atau karena
mereka juga berpenghasilan, lebih memiliki kesiapan secara finansial. Selain itu, perempuan yang sudah mempersiapkan biaya persalianannya,
dengan cara menabung sebagian penghasilannya atau penghasilan
suaminya, akan memilih untuk melahirkan di bidan (Juariah, 2009).
3. Keadaan Sosial Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan
sekunder keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah
tercukupi dibanding keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pendidikan.
Hal ini menjadi alasan perempuan untuk lebih memilih dukun
sebagai penolong. Karena mereka beralasan bahwa dukun lebih murah
dibanding tenaga kesehatan lainnya. Mereka menganggap dukun murah
karena mereka dapat membayarnya dengan beras, kelapa atau ayam yang
tersedia di rumah mereka. Mereka tidak ingin memilih bidan karena
mereka harus membayar bidan dengan uang yang kadang-kadang tidak
tersedia di rumah mereka (Juariah, 2009).
Sebaliknya, perempuan yang menganggap bahwa biaya ke dukun sama
dengan ke bidan, hanya cara pembayarannya yang berbeda cenderung
akan memilih bidan. Mereka berpendapat bahwa, jika memilih bidan
mereka harus membayar dengan uang yang relatif banyak dalam sekali
waktu, tetapi jika mereka memilih dukun, mereka harus membayar secara
berkesinambungan sampai periode nifas (Juariah, 2009).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar