Jumat, 30 Maret 2012
Pemilihan Penolong Persalinan
Salah satu faktor yang paling mempengaruhi apa yang akan terjadi selama
proses melahirkan adalah memilih penolong dalam membantu proses
melahirkan (Gaskin, 2003)
1. Definisi
Pemilihan penolong persalinan adalah suatu penetapan pilihan
penolong persalinan terhadap persalinan ibu yang melahirkan.
2. Macam-Macam Penolong Persalinan
Menurut Syafrudin (2009) dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak,
dikenal beberapa jenis tenaga yang memberi pertolongan kepada
masyarakat. Jenis tenaga tersebut adalah sebagai berikut :
1) Tenaga kesehatan, meliputi : dokter spesialis dan bidan.
2) Tenaga non kesehatan :
a. Dukun terlatih : Dukun yang telah mendapatkan pelatihan oleh
tenaga kesehatan dan telah dinyatakan lulus.
b. Dukun tidak terlatih : Dukun yang belum pernah dilatih oleh tenaga
kesehatan atau dukun yang sedang dilatih dan belum dinyatakan
lulus.
B. Penolong Persalinan
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran
bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan disusul dengan pengeluaran
plasenta dan selaput janin dari ibu (JNPK-KR, 2007). Penolong pesalinan
merupakan salah satu bagian dari pelayanan antenatal care. Manuaba (2001)
peningkatan pelayanan antenatal, penerimaan gerakan keluarga berenana,
melaksanakan persalinan bersih dan aman dan meningkatan pelayanan
obstetric esensial dan darurat yang merupakan pelayanan kesehatan primer.
Persalinan yang aman memastikan bahwa semua penolong persalinan
mempunyai ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman
dan bersih (Syafrudin, 2009). Pelayanan pertolongan persalinan adalah suatu
bentuk pelayanan terhadap persalinan ibu melahirkan yang dilakukan oleh
penolong persalinan baik oleh tenakes seperti dokter dan bidan atau non
tenakes seperti dukun.
Jenis-jenis penolong persalinan adalah :
1. Dukun
Pengertian dukun biasanya seorang wanita sudah berumur ± 40
tahun ke atas, pekerjaan ini turun temurun dalam keluarga atau karena ia
merasa mendapat panggilan tugas ini (Wiknjosastro, 2007). Menurut
Syafrudin (2009), jenis dukun terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Dukun terlatih : Dukun yang telah mendapatkan pelatihan oleh tenaga
kesehatan dan telah dinyatakan lulus.
b. Dukun tidak terlatih : Dukun yang belum pernah dilatih oleh tenaga
kesehatan atau dukun yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
Penolong persalinan oleh dukun mengenai pengetahuan tentang
fisiologis dan patologis dalam kehamilan, persalinan, serta nifas sangat
terbatas oleh karena atau apabila timbul komplikasi ia tidak mampu untuk
mengatasinya, bahkan tidak menyadari akibatnya, dukun tersebut
menolong hanya berdasarkan pengalaman dan kurang profesional.
Berbagai kasus sering menimpa seorang ibu atau bayi sampai pada
kematian ibu dan anak (Wiknjosastro, 2005).
Seperti diketahui, dukun bayi adalah merupakan sosok yang sangat
dipercayai di kalangan masyarakat. Mereka memberikan pelayanan
khususnya bagi ibu hamil sampai dengan nifas secara sabar. Apabila
pelayanan selesai mereka lakukan, sangat diakui oleh masyarakat bahwa
mereka memiliki tarif pelayanan yang jauh lebih murah dibandingkan
dengan bidan. Umumnya masyarakat merasa nyaman dan tenang bila
persalinannya ditolong oleh dukun atau lebih dikenal dengan bidan
kampung, akan tetapi ilmu kebidanan yang dimiliki dukun tersebut sangat
terbatas karena didapatkan secara turun temurun (tidak berkembang)
(Meilani dkk, 2009).
Dalam usaha meningkatkan pelayanan kebidanan dan kesehatan
anak maka tenaga kesehatan seperti bidan mengajak dukun untuk
melakukan pelatihan dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan
dalam menolong persalinan, selain itu dapat juga mengenal tanda-tanda
bahaya dalam kehamilan dan persalinan, selain itu dapat juga mengenal
tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan dan segera minta
pertolongan pada bidan. Dukun yang ada harus ditingkatkan
kemampuannya, tetapi kita tidak dapat bekerjasama dengan dukun dalam
mengurangi angka kematian dan angka kesakitan (Wiknjosastro, 2005).
2. Bidan
Definisi bidan menurut Keputusan Menteri Kesehatan 2007 adalah
seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di
negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi
untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk
melakukan praktik bidan.
Bidan adalah seorang tenaga kesehatan yang mempunyai tugas
penting dalam bimbingan dan penyuluhan kepada ibu hamil, persalinan
nifas dan menolong persalinan dengan tanggung jawabnya sendiri, serta
memberikan asuhan kepada bayi baru lahir (prenatal care) (Wiknjosastro,
2005). Asuhan ini termasuk tindakan pencegahan deteksi kondisi
abnormal ibu dan anak, usaha mendapatkan bantuan medic dan
melaksanakan tindakan kedaruratan dimana tidak ada tenaga bantuan
medic. Dia mempunyai tugas penting dalam pendidikan dan konseling,
tidak hanya untuk klien tetapi juga untuk keluarga dan masyarakat
(Notoatmodjo, 2003).
Pada saat ini, ada dua jenis bidan, yaitu mereka yang mendapat
pendidikan khusus selama tiga tahun dan perawat yang kemudian dididik selama satu tahun mengenai kebidanan dan disebut sebagai perawat bidan
(Syafrudin, 2009). Salah satu tempat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan ibu dan anak adalah BPS (Bidan Praktek Swasta)
Menurut Meilani dkk (2009) BPS adalah satu wahana pelaksanaan
praktik seorang bidan di masyarakat. Praktik pelayanan bidan perorangan
(swasta), merupakan penyediaan pelayanan kesehatan, yang memiliki
kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Setelah bidan melaksanakan
pelayanan di lapangan, untuk menjaga kualitas dan keamanan dari layanan
bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kewenangannya.
Penyebaran dan pendistribusian badan yang melaksanakan praktik perlu
pengaturan agar dapat pemerataan akses pelayanan yang sedekat mungkin
dengan masyarakat yang membutuhkannya. Tarif dari pelayanan bidan
praktik akan lebih baik apabila ada pengaturan yang jelas dan transparans,
sehingga masyarakat tidak ragu untuk datang ke pelayanan Bidan Praktik
Perorangan (swasta).
Layanan kebidanan dimaksudkan untuk sebisa mungkin
mengurangi intervensi medis. Bidan memberikan pelayanan yang
dibutuhkan wanita hamil yang sehat sebelum melahirkan. Cara kerja
mereka yang ideal adalah bekerjasama dengan setiap wanita dan
keluarganya untuk mengidentifikasi kebutuhan fisik, social dan emosional
yang unik dari wanita yang melahirkan. Layanan kebidanan terkait dengan usaha untuk meminimalisir episiotomy, penggunaan forcep, epidural dan
operasi sesar (Gaskin, 2003)
3. Dokter Spesialis Kandungan
Dokter spesialis kandungan adalah dokter yang mengambil
spesialis kandungan. Pendidikan yang mereka jalani difokuskan untuk
mendeteksi dan menangani penyakit yang terkait dengan kehamilan,
terkadang yang terkait dengan proses melahirkan. Seperti halnya dokter
ahli bedah (Gaskin, 2003)
Dokter spesialis kandungan dilatih untuk mendeteksi patologi.
Ketika mereka mendeteksinya, seperti mereka yang sudah pelajari, mereka
akan memfokuskan tugasnya untuk melakukan intervensi medis. Dokter
spesialis kandungan menangani wanita hamil yang sehat, demikian juga
wanita hamil yang sakit dan beresiko tinggi. Ketika mereka menangani
wanita hamil yang sehat, mereka sering melakukan intervensi medis yang
seharusnya hanya dilakukan pada wanita hamil yang sakit atau dalam
keadaan kritis. Disebagian besar negara dunia, tugas dokter kandungan
adalah untuk menangani wanita hamil yang sakit atau dalam keadaan kritis
(Gaskin, 2003).
Baik dokter spesialis kandungan maupun bidan bekerja lebih
higienis dengan ruang lingkup hampir mencakup seluruh golongan
masyarakat. Umumnya, mereka hanya dapat mengulangi kasus-kasus
fisiologis saja, walaupun dokter spesialis secara teoritis telah dipersiapkan
untuk menghadapi kasus patologis. Jika mereka sanggup, harus segera merujuk selama pasien masih dalam keadaan cukup baik (Syafrudin,
2009).
Walaupun mereka dapat menanggulangi semua kasus, tetapi hanya
sebagian kecil saja masyarakat yang dapat menikmatinya. Hal ini
disebabkan karena biaya yang terlalu mahal, jumlah yang terlalu sedikit
dan penyebaran yang tidak merata. Dilihat dari segi pelayanan, tenaga ahli
ini sangat terbatas kegunaannya. Namun, sebetulnya mereka dapat
memperluas fungsinya dengan bertindak sebagai konseptor program
obstetri yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh dokter spesialis atau
bidan (Syafrudin, 2009).
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemilihan Penolong
Persalinan
Pemilihan penolong selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas
bukanlah suatu proses yang sederhana. Ada banyak faktor yang berkontribusi
dalam proses pengambilan keputusan tersebut, hal ini terjadi pada perempuan
yang baru pertama kali hamil ataupun ibu primipara yang baru saja
melahirkan. Faktor - faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Keyakinan dan Kepatuhan Mengikuti Adat
Keyakinan dan kepatuhan mengikuti adat istiadat selama masa
kehamilan, persalinan, dan nifas mempengaruhi perempuan dalam
memilih penolong. Dimasyarakat, selain dipercaya memiliki kemampuan
untuk memeriksa dipercaya memiliki pengetahuan sering diminta untuk
memimpin upacara-upacara selamatan seperti empat bulanan dan tujuh bulanan. Hal ini berbeda dengan bidan. Asumsi di masyarakat, bidan
adalah hanya memiliki keahlian dalam memeriksakan kehamilan,
persalinan dan nifas, tetapi mereka tidak memiliki pengetahuan tentang
keharudan dan larangan atau adat istiadat selama kehamilan, persalinan
dan nifas. Oleh karena itu perempuan yang masih taat dan patuh mengikuti
adat istiadat akan lebih memilih dukun dari pada bidan atau kalau pun
mereka memilih memeriksakan kehamilannya ke bidan mereka juga akan
meminta dukun untuk memimpin upacara tujuh bulanan dan sebagainya
atau meminta saran dan dukun berkaitan dengan keharusan dan pantangan
selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas (Juariah, 2009).
2. Akses Terhadap Informasi Kesehatan
Informasi tentang kehamilan, persalinan, dan nifas memiliki pengaruh
penting terhadap perempuan dalam memilih penolong. Dari informasi
yang diterima, mereka dapat memahami komplikasi yang dapat muncul
selama periode tersebut. Sehingga mereka akan lebih berhati-hati untuk
memilih penolong. Perempuan yang tidak memiliki informasi kesehatan
lebih cenderung untuk memilih dukun dibandingkan dengan perempuan
yang memiliki akses terhadap informasi kesehatan. Akses tersebut dapat
diperoleh melalui pendidikan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, bukubuku
atau majalah kesehatan, dan lain-lain (Juariah, 2009).
3. Persepsi Tentang Jarak
Jarak (fisik dan sosial) dapat menjadi faktor yang mempengaruhi
seorang perempuan dalam memilih penolong selama masa kehamilan, persalinan dan nifas. Perempuan yang memilih dukun beralasan pertama
karena dukun tinggal dekat dengan rumah mereka. Jadi walaupun di
kampung yang sama ada bidan, mereka tetap memilih dukun sebagai
penolong. Sebaliknya, perempuan yang memilih bidan juga beralasan
karena mereka sudah familiar dengan bidan tersebut karena sejak hamil
mereka sudah memeriksakan kehamilannya ke bidan (Juariah, 2009).
4. Dukungan suami dan keluarga
Suami dam keluarga memiliki peranan penting dalam memilih
penolong selama kehamilan, persalinan dan nifas. Hal ini terutama terjadi
pada perempuan yang relatife muda usianya sehingga kemampuan
mengambil keputusan secara mandiri masih rendah. Mereka berpendapat
bahwa pilihan orang yang lebih tua adalah yang terbaik karena orang tua
lebih berpengalaman daripada mereka. Selain itu, kalau mereka mengikuti
saran orang tua, jika terjadi sesuatu yang buruk, maka seluruh keluarga
dan terutama orang tua akan ikut bertanggung jawab. Oleh karena itu
ketika orang tua menyarankan memilih dukun, mereka akan memilih
dukun ataupun sebaliknya.
Hal ini agak berbeda dengan perempuan yang lebih dewasa usianya.
Mereka lebih mampu mengambil keputusan sendiri dalam memilih
penolong. Sebagai contoh, dalam penelitian yang penulis laakukan, ada
perempuan yang meskipun mendapat saran dari ibunya untuk memilih
dukun tetapi memutuskan untuk memilih bidan karena dia fikir jika terjadi satu masalah muncul, dia dan bayinya yang akan menjadi “korban”
(Juariah, 2009)
Adapun dari segi karakteristik ibu dalam pemilihan penolong persalinan
antara lain :
1. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan
respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan
tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi
yang datang dan alasan berfikir sejauh mana keuntungan yang mungkin
akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. Perempuan yang tidak lagi
meyakini atau sudah mulai longgar keyakinanya dengan adat istiadat.
Biasanya kalangan ini memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Mereka lebih mudah mengadop informasi tentang kesehatan baik dari
bidan atau tenaga kesehatan ataupun media cetak maupun elektronik.
Mereka berpendapat bahwa pendidikan kesehatan dan bidan lebih
bermanfaat untuk kesehatan mereka dan bayinya dan mereka meyakini
kalau memeriksakan kehamilan kepada tenaga kesehaan, pertolongan
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, tanpa memperdulikan adat
istiadatpun bayinya akan selamat. Oleh karena itu mereka berpendapat
tidak ada gunanya mengikuti pantangan kalau tidak rasional alasanya.
Perempuan dan kalangan ini biasanya hanya akan memilih tenaga
kesehatan sebagai penolong selama kehamilan, persalinan maupun
nifasnya (Juariah, 2009) 2. Pekerjaan
Pekerjaan ibu adalah kegiatan rutin sehari-hari yang dilakukan oleh
seorang ibu dengan maksud untuk memperoleh penghasilan. Setiap
pekerjaan apapun jenisnya, apakah pekerjaan tersebut memerlukan
kekutan otot atau pemikiran, adalah beban bagi yang melakukan. Beban
ini dapat berupa beban fisik, beban mental, ataupun beban social sesuai
dengan jenis pekerjaan si pelaku. Kemampuan kerja pada umumnya
diukur dari ketrampilan dalam melaksanakan pekerjaan. Semakin tinngi
ketrampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja, semakin efisien badan
(anggota badan), tenaga dan pemikiran (mentahnya) dalam melaksanakan
pekerjaan. Penggunaan tenaga dan mental atau jiwa yang efisien, berarti
beban kerjanya relative mudah (Notoatmodjo, 2007).
Suatu pekerjaan merupakan hal yang kuat dalam pemanfaatan
fasilitas kesehatan modern. Perempuan yang menjadi ibu rumah tangga
tanpa bekerja di luar rumah, secara finansial mereka tergantung pada
suaminya. Sehingga, ketika suaminya berpenghasilan sedikit, juga akan
berdampak terhadap tabungan mereka untuk melahirkan. Selain itu,
ketidaksiapan secara finansial, selain berkaitan dengan jumlah
penghasilan,juga dengan kemauan untuk menabung untuk p ersiapan
persalinan. Hal ini menjadi alasan perempuan untuk lebih memilih dukun
sebagai penolong. Sebaliknya, perempuan yang secara finansial lebih
baik, apakah karenan penghasilan suaminya lebih memadai, atau karena
mereka juga berpenghasilan, lebih memiliki kesiapan secara finansial. Selain itu, perempuan yang sudah mempersiapkan biaya persalianannya,
dengan cara menabung sebagian penghasilannya atau penghasilan
suaminya, akan memilih untuk melahirkan di bidan (Juariah, 2009).
3. Keadaan Sosial Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan
sekunder keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah
tercukupi dibanding keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pendidikan.
Hal ini menjadi alasan perempuan untuk lebih memilih dukun
sebagai penolong. Karena mereka beralasan bahwa dukun lebih murah
dibanding tenaga kesehatan lainnya. Mereka menganggap dukun murah
karena mereka dapat membayarnya dengan beras, kelapa atau ayam yang
tersedia di rumah mereka. Mereka tidak ingin memilih bidan karena
mereka harus membayar bidan dengan uang yang kadang-kadang tidak
tersedia di rumah mereka (Juariah, 2009).
Sebaliknya, perempuan yang menganggap bahwa biaya ke dukun sama
dengan ke bidan, hanya cara pembayarannya yang berbeda cenderung
akan memilih bidan. Mereka berpendapat bahwa, jika memilih bidan
mereka harus membayar dengan uang yang relatif banyak dalam sekali
waktu, tetapi jika mereka memilih dukun, mereka harus membayar secara
berkesinambungan sampai periode nifas (Juariah, 2009).
Kamis, 29 Maret 2012
KEMATIAN NEONATAL
Definisi Kematian Neonatal
Kematian adalah
akhir kehidupan, ketiadaan nyawa dalam organisme biologis.
Kematian neonatal adalah kematian bayi yang berumur
0 sampai 28 hari.
Tinggi rendahnya NMR (Neonatal Mortality Rate) dapat digunakan untuk mengetahui :
a.
Tinggi rendahnya usaha post natal
b.
Program imunisasi
c.
Pertolongan persalinan
d.
Penyakit infeksi, terutama saluran
napas bagian atas.
Klasifikasi Kematian Neonatal
Kematian neonatal terdiri dari sebagai berikut :
a.
Kematian neonatal dini
Yaitu kematian seorang
bayi yang dilahirkan hidup dalam waktu 7 hari setelah lahir.
b.
Kematian neonatal lanjut
Yaitu kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup setelah 7
hari, atau sebelum 29 hari
Etiologi Kematian Neonatal
Penyebab kematian janin dikategorikan sebagai berikut :
a.
Kuasa janin yaitu : anomali
kongenital, infeksi (korioamnionitis, sepsis janin atau intrauterus, sifilis
kongenital, sitomegalovirus, parvovirus big, rubella, varisela, listeriosis),
malnutrisi, hidropsnonimun, isoimunisasi anti-D, anomali struktural (cacat neural-tube), hidrops, hidrosefalus
terisolasi dan penyakit jantung kongenital kompleks.
b.
Kuasa plasenta yaitu masalah di
plasenta (degenerasi trofoblastik fibrinoid, kalsifikasi dan infark istemik
akibat oklusi arteri spiralis). Masalah di membran plasenta (korioamnionitis
ditandai dengan infiltrasi korion oleh leukosit polimorfonukleus dan
mononukleus).
c.
Kuasa ibu yaitu : penyakit ibu
meliputi gangguan hipertensif dan diabetes, antikoagulanlupus dan antibodi
antikardiolipin dengan vaskulopati desidua, infark plasenta, hambatan pertumbuhan
janin, abortus rekuren, trombofilia herediter, solusio plasenta.
Kematian neonatal dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu :
a.
Faktor ibu yaitu masa kehamilan,
meliputi : antenatal care, infeksi ibu hamil (rubella, sifilis, gonorhoe,
malaria), gizi ibu hamil, karakteristik ibu hamil (umur, paritas, jarak
kehamilan).
b.
Faktor janin yaitu umur 0-7 hari,
meliputi : BBLR, Asfiksia serta umur 8-28
hari, meliputi : Pneumonia
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kematian neonatal adalah : pendidikan ibu, pendapatan keluarga, pemeriksaan kehamilan, ukuran LILA ibu, Hb ibu, maturitas janin, berat badan
bayi lahir
Kematian neonatus yang
terbanyak, adalah : Berat badan lahir rendah, cedera susunan saraf pusat akibat
hipoksia in utero dan cedera traumatik selama persalinan dan kelahiran,
malformasi congenital.
Sebelum dan selama kelahiran, faktor-faktor
yang berpotensi mempengaruhi kesejahteraan
neonatus antara lain :
a.
Bayi di infeksikan untuk melihat
ada tidaknya kelainan
b.
Mengamati pernafasan dengan cermat
dan memeriksa denyut jantung. Denyut jantung 100 kali permenit atau lebih yang
teraba dengan jelas di anggap normal, kemudian di terapkan pada skor APGAR 1 menit
dan 5 menit setelah lahir.
c.
Melakukan pemeriksaan asam basa
darah tali pusat.
Darah yang diambil dari
pembuluh umbilikus digunakan dalam pemeriksaan asam basa untuk mengetahui
status metabolik janin, oksigenasi dan PH janin umumnya menurun selama persalinan
normal. PH darah dan nilai gas darah arteri umbilikalis normal pada bayi aterm
atau prematur (BBLR).
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kematian neonatal berdasarkan penyebab langsung dan
penyebab tidak
langsung
A.
Penyebab langsung kematian neonatal
a.
Infeksi
Infeksi
adalah terkena hama, kemasukan bibit penyakit, atau peradangan, serta
pengembangan parasit dalam tubuh.
Beberapa tanda
dan gejala infeksi yaitu : Malas minum, gelisah, frekuensi pernapasan meningkat,
berat badan tiba-tiba turun, pergerakan kurang, diare, selain itu dapat terjadi edema, purpura, ikterus, hepatospleno
megalia dan kejang, serta pada bayi BBLR seringkali terjadi hipotermia dan
sklerema.
Infeksi pada
neonatus dibagi dalam dua golongan besar :
1) Infeksi berat meliputi, sifilis kongenital, sepsis
neonaturum, meningitis, pneumonia kongenital, pneumonia aspirasi, pneumonia karena
airborn infection, pneumonia stafilokokkus,
diarea epidemik, pielonefritis, osteitis akuta, tetanus neonaturum
2)
Infeksi ringan meliputi : pemfigus neonaturum,
oftalmia neonaturum, infeksi pusat, moniliasis.
Infeksi pada neonatus di
negeri kita masih merupakan masalah gawat. Di Jakarta, khususnya di rumah sakit
Dr.Cipto Mangunkusumo, infeksi merupakan 10 sampai 15% dari morbiditas
perinatal. Infeksi pada neonatus lebih sering ditemukan pada bayi berat lahir
rendah.
b.
Asfiksia
Asfiksia
adalah perubahan patologis yang disebabkan oleh kekurangan oksigen dalam udara
pernapasan yang mengakibatkan hipoksia dan hiperkapnia.
Asfiksia berarti
hipoksia yang progresif akibat penimbunan CO2 dan asidosis. Bila
proses ini berlangsung terlalu jauh maka dapat mengakibatkan kerusakan pada otak
dan kematian. Asfiksia juga bisa mempengaruhi fungsi organ fital lainnya.
Tanda dan
gejala asfiksia adalah : pernapasan cuping hidung, pernapasan cepat, nadi cepat,
nilai APGAR kurang dari 6.
Penyebab Asfiksia
adalah: kurangnya oksigenisasi
sel, retensi karbon dioksidasi yang berlebihan dan asidosis
metabolik
Untuk menentukan
tingkat asfiksia, apakah bayi mengalami asfiksia berat, asfiksia sedang, dan
asfiksia ringan atau normal dapat dipakai penilaian APGAR.
A Appearance (warna kulit)
P Pulse (frekuensi jantung)
G Grimace (kemampuan refleks)
A Activity (tonus otot)
R Respiration (usaha bernapas)
Dibawah ini tabel untuk
menentukan tingkat atau derajat asfiksia yang dialami bayi.
SKOR APGAR :
TANDA
|
0
|
1
|
2
|
Frekuensi jantung
|
Tidak ada
|
Kurang dari 100 per menit
|
Lebih dari 100 per menit
|
Usaha bernafas
|
Tidak ada
|
Lambat tidak teratur
|
Menangis kuat
|
Tonus otot
|
Lumpuh
|
Ekstremitas fleksi
|
Gerakan aktif
|
Reflek
|
Tidak ada
|
Gerakan sedikit
|
Gerakan kuat atau melawan
|
Warna
|
Biru atau
pucat
|
Tubuh kemerahan ekstrimitas biru
|
Tubuh kemerahan
|
Apabila
nilai APGAR.
7-10 yaitu bayi yang mengalami asfiksia ringan
atau dikatakan bayi dalam keadaan normal.
4-6 yaitu bayi yang mengalami asfiksia
sedang.
0-3 yaitu bayi yang mengalami asfiksia
berat.
c.
BBLR
BBLR adalah
bayi baru lahir yang berat badannya 2500 gram atau kurang. Menurut WHO BBLR
adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang atau sama dengan 2500 gram.
BBLR dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
Faktor ibu yang meliputi :
penyakit ibu (toksemia gravidarum, pendarahan antepartum, trauma fisik dan
psikologis, nefritis akut, serta diabetes melitus), usia ibu (usia ibu kurang
dari 16 tahun, dan usia ibu lebih dari 35 tahun, serta multigravida yang jarak
kelahirannya terlalu dekat), keadaan sosial (golongan sosial ekonomi rendah,
dan perkawinan yang tidak syah), sebab lain (ibu yang perokok, dan ibu peminum
alkohol, serta ibu pecandu narkotik).
Faktor janin, meliputi sebagai
berikut : hidramnion, kehamilan ganda, kelainan kromosom
Faktor lingkungan, meliputi
sebagai berikut : tempat tinggal dataran tinggi, radiasi, zat-zat racun.
Dalam Eka
(2009) Di Indonesia kematian neonatal
disebabkan oleh BBLR sebanyak 29% dan insidensinya di rumah sakit berkisar 20%.
B. Penyebab
tidak langsung kematian neonatal
a.
Faktor
ibu
1)
Usia
ibu
Resiko kematian
pada kelompok umur dibawah 20
tahun dan pada kelompok umur diatas 35 tahun adalah 3x lebih tinggi dari
kelompok umur reproduksi sehat 20 sampai 34 tahun.
2)
Paritas
Paritas adalah
jumlah persalinan yang pernah dialami wanita.
Menurut Wiknjosastro
(2006) paritas I dan paritas tinggi
(lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi
paritas, lebih tinggi kematian maternal.
3)
Penyulit
dalam kehamilan atau persalinan
Penyulit dalam
kehamilan atau persalinan yaitu :
a)
Hiperemesis
gravidarum, adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai
mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk karena,
terjadinya dehidrasi.
b)
Toksemia
gravidarum, adalah trias HPE (Hipertensi, Proteinurinia, edema), yang
kadang-kadang bila keadaan lebih parah di ikuti oleh KK (kejang-kejang atau konvulsi
dan koma).
c)
Abortus
atau keguguran, adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan
d)
Kelainan letak kehamilan
(kehamilan ektopik), adalah keadaan abnormal
implantasi hasil konsepsi terjadi di luar endometrium rahim
e)
penyakit
trofoblas, disebabkan oleh kehamilan yang berasal dari kelainan pertumbuhan
trofoblas plasenta atau calon plasenta yang bersifat neoplasitik.
f)
Penyakit
dan kelainan plasenta dan tali pusat, plasenta normal beratnya kira-kira 500
gram atau 1/6 dari berat badan janin, diameternya rata-rata 15-20 cm dengan
tebal 2,5 cm.
g)
Air
ketuban dan kelainan, asal air ketuban dari fetal urin, transudasi dari darah
ibu, sekresi dari epitel amnion dan a mixed
origin.
h)
Kehamilan
ganda, adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Sejak ditemukan
obat-obatan dan cara ovulasi maka dari laporan-laporan seluruh pelosok dunia,
frekuensi kehamilan kembar condong meningkat bahkan sekarang telah ada hamil
kembar lebih dari 6 janin.
4)
Cara
persalinan
Cara persalinan ada 3 yaitu :
a)
Persalinan
spontan yaitu bila persalinan ini
berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri
dan melalui jalan lahir.
b)
Persalinan
buatan yaitu sebaliknya bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar,
misalnya ekstraksi dengan forceps, atau dilakukan operasi sectio caesarea.
c)
Persalinan
anjuran yaitu berhubungan dengan tuanya umur kehamilan dan berat badan bayi
yang dilahirkan.
Gawat
janin atau kematian janin, tidak boleh merupakan penghalang untuk melakukan
tindakan seksio sesaria, demi menjaga keselamatan ibu. Akan tetapi, gawat ibu
terpaksa akan menunda tindakan seksio sesarea sampai keadaan ibu membaik, dan
di dukung dengan fasilitas memungkinkan, maka jangan ragu-ragu untuk melakukan tindakan
seksio sesarea.
b.
Faktor bayi
1)
Umur kehamilan ibu
Faktor usia kehamilan juga harus
diperhatikan dalam kematian neonatal, sebagian besar bayi meninggal pada minggu
pertama adalah bayi prematur karena morbiditas dan mortalitas neonatus tidak
hanya tergantung pada berat badannya tetapi juga pada tingkat kematangan
(maturitas) bayi tersebut. Hal ini penting dipikirkan karena ia berkaitan
dengan kemampuan seorang bayi untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan di
luar rahim ibunya.
2)
Berat badan lahir bayi
Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor terpenting kematian
neonatal dan juga sebagai determinan yang cukup bermakna bagi kematian bayi dan
balita. Menurut Chase, bayi lahir
dengan BBLR memiliki kemungkinan untuk meninggal selama masa neonatal sebanyak
20-30 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat cukup
UMUR KEHAMILAN
Definisi Umur Kehamilan
Umur kehamilan ibu umumnya berlangsung 40
minggu atau 280 hari. Umur kehamilan ibu adalah batas waktu ibu mengandung, yang
dihitung mulai dari hari pertama haid terakhir (HPHT).
Umur kehamilan normal adalah 40 minggu atau 280
hari seperti kebiasaan orang awam 9 bulan 10 hari. Disebut matur atau cukup
bulan adalah rentang 37-42 minggu, bila kurang dari 37 minggu disebut prematur
atau kurang bulan, bila lebih dari 42 minggu disebut post-matur atau serotinus.
Penggolongan
Umur Kehamilan Ibu
Umur kehamilan digolongkan menjadi :
a.
Persalinan preterm ialah
persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan ibu antara 20-37 minggu
dihitung dari haid pertama haid terakhir.
b.
Kehamilan aterm ialah usia
kehamilan ibu antara 38-42 minggu.
c.
Kehamilan postterm ialah kehamilan serotinus kehamilan
atau kehamilan ibu > 42 minggu atau 294 hari.
Dalam WHO 1979, umur kehamilan di bagi sebagai berikut :
a.
Preterm adalah umur kehamilan ibu <
37 minggu atau 259 hari.
b.
Aterm adalah umur kehamilan ibu
antara 37-42 minggu (259 sampai 293 hari).
c.
Post-term adalah umur kehamilan
ibu > 42 minggu atau 294 hari.
Klasifikasi bayi berdasarkan
umur kehamilan yaitu :
a.
Bayi prematur adalah bayi yang
lahir dalam umur kehamilan belum mencapai 37 minggu.
b.
Bayi cukup bulan adalah bayi yang
lahir dengan umur kehamilan 38-42 minggu.
c.
Bayi lebih bulan adalah bayi yang
lahir dengan umur kehamilan > 42 minggu.
Cara penghitungan usia kehamilan
Cara menghitung usia kehamilan yaitu dengan cara Leopold :
a.
Leopold I yaitu untuk menentukan
tuanya kehamilan dan bagian apa terdapat dalam fundus
b.
Leopold II yaitu untuk menentukan
di mana letaknya punggung anak dan dimana letak bagian-bagian kecil anak
c.
Leopold III yaitu untuk menentukan
apa yang terdapat dibagian bawah dan apakah bagian bawah anak ini sudah atau belum terpegang oleh pintu atas panggul. |
d.
Leopold IV yaitu untuk menentukan
apa yang menjadi bagian bawah dan berapa masuknya bagian bawah kedalam rongga
panggul.
Cara dalam menghitung usia kehamilan yaitu :
a.
Hari pertama menstruasi terakhir
Metode
ini membutuhkan pengetahuan anda tentang siklus menstruasi. Berdasarkan siklus
ini kita bisa memperkirakan usia kehamilan dan tanggal kelahiran si kecil. Yang
dihitung berdasarkan rumus Naegele : yakni hari ditambah 7, bulan dikurang 3,
atau ditambah 9, sedangkan tahun
ditambah 1. Namun rumus ini hanya bisa diterapkan pada perempuan yang
memiliki siklus menstruasi teratur, yakni antara 28 sampai 30 hari. Bayi yang
akan sesuai perhitungan ini sekitar 5%. Sebab perkiraan tanggal dan persalinan
sering kali meleset antara 7 hari sebelum atau setelah tanggal yang dihitung.
b.
Gerakan janin
Pada
kehamilan pertama gerakan janin mulai terasa setelah kehamilan memasuki usia 18
sampai 20 minggu. Sedangkan pada kehamilan kedua dan seterusnya, gerakan janin
sudah terasa pada usia kehamilan 16 sampai 18 minggu.
c.
Tinggi puncak rahim
Biasanya,
dokter akan meraba pucak rahim (fundus uteri)
yang menonjol di dinding perut ibu, serta penghitungan usia kehamilan ibu dimulai
dari tulang kemaluan. Jika jarak dari tulang kemaluan ibu sampai puncak rahim
sekitar 28 cm, ini berarti usia kehamilan ibu sudah mencapai 28 minggu.
Tingginya puncak rahim adalah 36 cm,ini menunjukkan usia kehamilan ibu sudah
mencapai 36 minggu.
d.
Menggunakan 2 jari tangan
Pengukuran
dengan menggunakan 2 jari tangan ini hanya bisa dilakukan jika ibu hamil tidak
memiliki berat badan yang berlebihan. Caranya yaitu letakkan dua jari anda
diantara tulang kemaluan dan perut ibu. Jika jarak antara tulang kemaluan
dengan puncak rahim ibu masih dibawah pusat, maka setiap penambahan 2 jari
tersebut berarti penambahan usia kehamilan sebanyak 2 minggu.
e.
Menggunakan ultrasonografi (USG)
Cara
ini paling mudah dan paling sering dilakukan karena tingkat akurasinya cukup
tinggi, yakni sekitar 95%. Dengan USG maka usia kehamilan ibu dan perkiraan
waktu kelahiran si kecil bisa dilihat dengan jelas melalui “gambar” janin yang
muncul pada layar monitor.
Sebelum
bulan ke-III fundus uteri belum dapat diraba dari luar.
Akhir bulan III (12 minggu) Fundus uteri 1 sampai 2 jari diatas
symphysis.
Akhir bulan IV (16 minggu) Pertengahan antara pusat dan symphysis
Akhir bulan V (20 minggu) 3 Jari di bawah pusat.
Akhir bulan VI (24 minggu) Setinggi pusat
Akhir bulan VII (28 minggu) 3 jari atas pusat
Akhir bulan VIII (32 minggu) Pertengahan proc.xyphoideus sampai pusat.
Akhir bulan IX (36 minggu) Sampai arcus costarum atau 3 jari di
bawah proc.xyphoideus.
Akhir bulan X (40 minggu) Pertengahan antara proc.xyphoideus sampai
pusat.
Trimester Kehamilan
Trimester
kehamilan ada tiga macam :
a.
Trimester pertama 0 sampai 3 bulan
b.
Trimester kedua 4 sampai 6 bulan
c.
Trimester ketiga 7 sampai 9 bulan
Rabu, 28 Maret 2012
ARTIKEL ANEMIA DALAM KEHAMILAN
Anemia Pada Ibu Hamil
1. Definisi
Anemia adalah suatu kondisi medis
di mana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Kadar
hemoglobin normal umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan. Untuk kadar
pria anemia biasanya didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 13,5
gram/100 ml dan pada wanita sebagai hemoglobin kurang dari 12,0 gram/100 ml.
Anemia merupakan suatu keadaan
adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah
nilai normal.
Anemia defisiensi besi adalah
anemia karena turunnya cadangan besi tubuh sehingga proses eritropoisis dan
dapat menurunkan kuran Hgs darah dengan berbagai akibatnya. Anemia defisiensi
besi tergolong anemia karena gizi. World
Health Organization (WHO mendefinisikan anemia gizi adalah anemia yang
terjadi karena kekurangan satu atau lebih nutrisi esensial untuk eritropoisis,
tanpa memandang sebabnya
2. Patofisiologi Anemia Pada Kehamilan
Perubahan hematologi sehubungan
dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang semakin meningkat
terhadap plasenta dan pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65%
dimulai pada trimester II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan
meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali
normal 3 bulan setelah pruts. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma
laktogen plasma, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron
3. Klasifikasi anemia pada kehamilan
Anemia pada kehamilan dibedakan menjadi :
a.
Anemia defisiensi besi (62,3%
Anemia jenis ini biasanya berbentuk normositik dan
hipokromik serta paling banyak dijumpai. Penyebabnya telah dibicarakan di atas
sebagai penyebab anemia umumnya.
b.
Anemia megaloblastik (29,0%)
Anemia megaloblastik biasanya berbentuk makrositik
atau pernisiosa. Penyebabnya adalah karena kekurangan asam folik. Jarang sekali
akibat karena kekurangan vitamin B12. Biasanya karena malnutrisi dan
infeksi yang kronik.
c.
Anemia hipoplati
Anemia hipoplasti disebabkan oleh hipofungsi sumsum
tulang, membentuk sel-sel darah merah baru. Untuk diagnosis diperlukan
pemeriksaan-pemeriksaan : darah tepi lengkap, pemeriksaan fungsi sternal,
pemeriksaan retikulosit dan lain-lain.
4. Etiologi
Hipervolemia, menyebabkan
terjadinya pengenceran darah, pertambahan darah tidak sebanding dengan
pertambahan plasma, kurangnya zat besi dalam makanan, kebutuhan zat besi
meningkat.
Penyebab anemia defisiensi besi antara
lain :
a.
Pendarahan. Jika pendarahan berlebihan atau
terjadi selama periode waktu tertentu (kronis), tubuh tidak akan dapat
mencukupi kebutuhan zat besi atau cukup disimpan untuk menghasilkan hemoglobin
yang cukup dan atau sel darah merah untuk menggnati apa yang hilang.
b.
Kurangnya asupan makanan. Kekurangan zat besi
mungkin terjadi karena tidak atau kurang mengkonsumsi zat besi. Perempuan hamil
dan menyusui sering terjadi kekurangan ini karena bayi memerlukan sejumlah besar
besi untuk pertumbuhan. Defisiensi besi dapat menyebabkan bayi berat lahir
rendah dan persalinan prematur.
c.
Gangguan penyerapan. Kondisi tertentu
mempengaruhi penyerapan zat besi dari makanan pada saluran gastrointestinal
(GI) dan dari waktu ke waktu dapat mengakibatkan anemia.
Beberapa faktor risiko yang berperan dalam
meningkatkan prevalensi anemia defisiensi zat besi, antara lain :
a. Umur ibu < 20 tahun dan
> 35 tahun. Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,
mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil. Karena akan membahayakan kesehatan
dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, berisiko mengalami pendarahan dan
dapat menyebabkan ibu mengalami anemia. Usia ibu dapat mempengaruhi timbulnya
anemia, yaitu semakin rendah usia ibu hamil maka semakin rendah kadar
hemoglobinnyadan semakin tua umur ibu hamil maka presentasi anemia semakin
besar
b. Pendarahan akut
c. Pendidikan rendah
d. Status ekonomi
e. Pekerja berat
f. Konsumsi tablet tambah
darah < 90 butir
g. Makan < 3 kali dan
kurang mengandung zat besi.
5. Gejala klinis anemia defisiensi pada
kehamilan
Manifestasi klinis dari anemia
defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga
gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia
bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya.
Gejala-gejala dapat berupa kepala
pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan
sistem neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar
limpa. Bila kadar Hb gr < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia
akan jelas. Nilai
Gejala-gejala
anemia adalah :
a.
Warna biru hingga putih pada mata
b.
Kuku rapuh
c.
Penurunan nafsu makan (terutama pada anak-anak)
d.
Kelelahan
e.
Sakit kepala
f.
Iritabel / mudah marah
g.
Warna kulit pucat
h.
Sesak napas
i.
Sakit pada lidah
j.
Nafsu memakan makanan yang tidak biasa (disebut
pica = pilih-pilih makanan)
k.
Kelemahan
6. Diagnosis anemia pada kehamilan
Untuk menegakkan diagnosis anemia
kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan
keluhan cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang dan keluhan mual-muntah lebih hebat pada hamil muda.
Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sahli.
Hasil pemeriksaan Hb dengan Sahli dapat digolongan sebagai berikut :
Hb 11 g % tidak
anemia
Hb 9-10 g% anemia
ringan
Hb 7-8 g% anemia
sedang
Hb < 7 g% anemia
berat
Pemeriksaan darah dilakukan minimal
dua kali selama kehamilan, yaitu pada trimester I dan trimester III. Dengan
pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia, maka dilakukan
pemberian preparat Fe sebanyak 90 tablet pada ibu-ibu hamil di Puskesmas.
7. Komplikasi
Komplikasi akibat anemia pada kehamilan pada ibu
adalah :
a.
Abortus
b.
Persalinan preterm
c.
Partus lama karena inersia uteri
d.
Perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri
e.
Syok
f.
Infeksi intra persalinan maupun pasca persalinan
g.
Payah jantung pada anemia yang sangat berat
h.
Kematian bagi ibu
Pada janin:
a.
Kematian
b.
Prematuritas
c.
Cacat bawaan
d.
Kekurangan cadangan besi
Pengaruh
anemia pada kehamilan dan janin, antara lain :
a.
Pengaruh anemia terhadap kehamilan
1)
Bahaya selama kehamilan : dapat terjadi abortus,
persalinan prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah
terjadi infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 g%), mola hidatidosa,
hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini (KPD)
2)
Bahaya saat persalinan : gangguan His (kekuatan
mengejan), kala pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar,
kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan
tindakan operasi kebidanan, kala uri dapat diikuti retensio plasenta, dan
perdarahan postpartum karena atonia uteri, kala empat dapat terjadi perdarahan
postpartum sekunder dan atonia uteri.
3)
Pada kala nifas : terjadi subinvolusi uteri
menimbulkan perdarahan postpartum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran
ASI berkurang, terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan, anemia
kala nifas, mudah terjadi infeksi mamae.
b.
Bahaya anemia terhadap janin. Sekalipun janin
mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya, tetapi dengan anemia akan
mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga menggnggu pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam rahim. Akibat anemia dapat terjadi gangguan dalam
bentuk : abortus, kematian intrauterin, persalinan prematuritas tinggi, berat
badan lahir rendah, kelahiran dengan anemia dapat terjadi cacat bawaan, bayi
mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal dan inteligensia rendah.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
pasien dengan anemia pada kehamilan, adalah :
a.
Memberitahu ibu hasil pemeriksaan ibu dan janin
b.
Memotivasi ibu untuk banyak memakain makanan
yang mengandung banyak zat besi seperti telur, susu, hati, ikan, daging,
kacang-kacangan (tempe, tahu, oncom, kedelai, kacang hijau), sayuran berwarna
hijau tua (kangkung, bayam, daun katuk) dan buah-buahan (jeruk, jambu biji,
pisang) dan perhatikan pula pola makan teratur 3x sehari. Agar kesehatan ibu
dan janinj baik
c.
Menganjurkan ibu untuk sering beristirahat yaitu
tidur pada malam hari kurang lebih 7-8 jam dan siang selama kurang lebih 1-2
jam juga hindari istirahat yang belebihan dan bekerja terlalu berat
d.
Menganjurkan ibu memperhatikan bodi mekanik
(sikap tubuh) yaitu bangun secara perlahan dari posisi istirahat, hindari
berdiri terlalu lama dalam lingkungan yang sesak dan hindari berbaring dalam
posisi terlentang.
e.
Memberikan ibu tablet Fe dengan dosis 1x1
diminum dengan air putih satu gelas dan sebaiknya diminum menjelang tidur pada
malam hari agar mengurangi efeks ampingnya seperti mual dan feses menjadi
merah. Tablet Fe harus diminum teratur setiap hari untuk menambah darah.
f.
Memberitahu ibu tentang tanda-tanda bahaya pada
kehamilan seperti perdarahan, sakit kepala lebih dari biasanya dan menetap,
pandangan kabur, nyeri ulu hati dan lainnya. Jika ibu mendapatkan
keluhan-keluhan tersebut segera datang ke pelayanan kesehatan terdekat.
g.
Memberitahu keluarga kemungkinan komplikasi
perdarahan post partum sehingga ibu harus disediakan darah untuk persiapan
transfuse postpartum sehingga keluarga harus menyediakan donor darah.
9. Pengobatan
Ppenyebab kekurangan zat besi harus
ditemukan terutama pada pasien yang lansia yang menghadapi risiko terbesar
untuk kanker pencernaan. Telah tersedia suplemen besi (ferro sulfat). Untuk
penyerapan zat besi terbaik, minum suplemen ini dengan perut kosong. Namun,
banyak orang yang tidak dapat mentoleransi keadaan ini dan mungkin perlu
mengkonsumsi suplemen bersamaan dengan makanan.
Pasien yang tidak bisa mentolerir
besi melalui mulut dapat menerimanya melalui injeksi vena (intravena) atau
dengan suntikan kedalam otot. Susu dan
antasida dapat menganggu penyerapan zat besi dan tidak harus diambil pada waktu
yang sama sebagai suplemen zat besi. Vitamin c dapat meningkatan penyerapan dan
sangat penting dalam produksi hemoglobin. Kondisi hamil dan wanita menyusui
perlu mendapat zat besi ekstra karena diet normal biasnaya tidak akan mencukupi
jumlah yang diperlukan. Hematokrit harus kembali normal setelah 2 bulan terapi
besi. Namun, zat besi harus dilanjutkan selama 6-12 bulan untuk mengisi
simpanan zat besi tubuh dalam sumsum tulang.
10. Pencegahan
Diet pada semua orang harus
mencakup zat besi yang cukup. Daging merah, hati, dan kuning telur merupakan
sumber penting zat besi. Tepung, roti dan beberapa sereal yang diperkaya dengan
besi baik untuk pencegahan. Jika tidak mendapatkan cukup zat besi dalam diet,
maka dapat dilakukan suplementasi zat besi. Selama periode tertentu yang
membutuhkan zat besi tambahan (seperti kehamilan dan menyusui), maka jumlah zat
besi dalam diet harus ditingkatkan atau dengan suplementasi zat besi.
11. Kebutuhan zat besi pada wanita hamil
Wanita memerlukan zat besi lebih
tinggi dari laki-laki karena terjadi menstruasi dengan perdarahan sebanyak 50
sampai 80 cc setiap bulan dan kehilangan zat besi sebesar 30 sampai 40 mg.
disamping itu, kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah
sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Makin sering
seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan
zat besi dan menjadi makin anemis (Manuaba, 2010).
Sebagai gambaran beberapa banyak
kebutuhan zat besi pada setiap kehamilan antara lain :
Meningkatkan
sel darah ibu 500
mg Fe
Terdapat dalam
plasenta 300
mg Fe
Untuk darah janin 100
mg Fe
Jumlah 900
mg Fe
Faktor-faktor yang
menyebabkan anemia pada ibu hamil
1. Umur ibu
Umur adalah rentang kehidupan yang
diukur dengan tahun, dikatakan masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40
tahun, dewasa Madya adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut >60 tahun, umur
adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan
Umur adalah usia individu yang
terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Jika dilihat dari
sisi biologis, usia 18-25 tahun merupakan saat terbaik untuk hamil dan
bersalin. Karena pada usia ini biasanya organ-organ tubuh sudah berfungsi
dengan baik dan belum ada penyakit-penyakit degenerative sepertyi darah tinggi,
diabetes, dan lainnya serta daya tahan tubuh masih kuat.
Umur sangat berpengaruh terhadap
proses reproduksi, khususnya usia 20-25 tahun merupakan usia yang paling baik
untuk hamil dan bersalin. Kehamilan dan persalinan membawa resiko kesakitan dan
kematian lebih besar pada remaja dibandingkan pada perempuan yang telah berusia
20 tahunan
Umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun. Wanita
yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, mempunyai risiko
yang tinggi untuk hamil. Karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu
hamil maupun janinnya, berisiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu
mengalami anemia. Usia ibu dapat mempengaruhi timbulnya anemia, yaitu semakin
rendah usia ibu hamil maka semakin rendah kadar hemoglobinnya dan semakin tua
umur ibu hamil maka presentasi anemia semakin besar.
Umur ibu menjadi salah satu faktor
yang dapat mengakibatkan anemia pada ibu hamil. Wanita yang berumur kurang dari
20 tahun atau lebih dari 35 tahun, mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil.
Karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya,
berisiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia. Usia
ibu dapat mempengaruhi timbulnya anemia, yaitu semakin rendah usia ibu hamil
maka semakin rendah kadar hemoglobinnya.
2. Status Gizi
Ilmu gizi didefinisikan sebagai
suatu cabang ilmu yang mempelajari hubungan antara makanan yang dimakan dengan
kesehatan tubuh yang diakibatkan, serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Sedangkan gizi adalah
suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal oleh suatu
organisme melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan
energi.
Status gizi ibu hamil juga
merupakan hal yang sangat berpengaruh selama masa kehamilan. Kekurangan gizi
tentu saja akan menyebabkan akibat yang buruk bagi si ibu dan janinnya. Ibu
dapat menderita anemia, sehingga suplai darah yang mengantarkan oksigen dan
makanan pada janinnya akan terhambat, sehingga janin akan mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangan. Di lain pihak kelebihan gizi pun ternyata dapat
berdampak yang tidak baik juga terhadap ibu dan janin. Janin akan tumbuh besar
melebihi berat normal, sehingga ibu akan kesulitan saat proses persalinan
Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan selama kehamilan, yaitu diantara kebutuhan selama hamil yang
berbeda-beda untuk setiap individu dna juga dipengaruhi oleh riwayat kesehatan
dan status gizi sebelumnya, kekurangan asupan pada salah satu zat akan
mengakibatkan kebutuhan terhadap sesuatu nutrien terganggu, dan kebutuhan
nutrisi yang tidak konstan selama kehamilan.
Seorang ibu yang sedang hamil
mengalami kenaikan berat badan sebanyak 10-12 kg. pada trimester I kenaikan
berat badan seorang ibu tidak mencapai 1
kg, namun setelah mencapai trimester ke-2 pertambahan berat badan semakin
banyak yaitu 3 kg dan pada trimester 3 sebanyak 6 kg. kenaikan tersebut disebabkan
karena adanya pertumbuhan janin,
plasenta dan air ketuban kenaikan berat badan yang ideal untuk seorang
ibu yang gemuk yaitu 7 kg dan 12,5 kg untuk ibu yang tidak gemuk. Jika berat
badan ibu tidak normal maka akan memungkinkan terjadi keguguran, lahir
premature, BBLR, gangguan kekuatan rahim saat kelahiran (Kontraksi), dan
pendarahan setelah persalinan.
3. Status Ekonomi
Bahwa ekonomi adalah bagaimana manusia dan masyarakat
melakukan pilihan dengan atau tanpa menggunakan sarana uang untuk memanfaatkan
sumberdaya yang langka dalam menghasilkan berbagai barang dan jasa dan
mendristibusikannya diantara mereka bagi keperluan konsumsi, pada saat ini atau
dimasa mendatang, diantara berbagai manusia dan kelompok yang ada dimasyarakat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ekonomi adalah
pembagian dan pemanfaatan barang – barang dan jasa serta kekayaan seperti
keuangan, perindustrian, pedagangan, serta rumah tangga. Sedangkan yang
dimaksud dengan ekonomi dalam penelitian ini adalah pemenuhan kebutuhan
masyarakat dan keluarga yang cenderung mengarah pada penghasilan dan pendapatan
keluarga.
Peran status ekonomi dalam kesehatan sangat berpengaruh
terhadap kesehatan seseorang dan cenderung mempunyai ketakutan akan besarnya
biaya untuk pemeriksaan, perawatan, kesehatan dan persalinan. Ibu hamil dengan
status ekonomi yang memadai akan mudah memperoleh informasi yang dibutuhkan.
Dalam hal ini perlu ditingkatakan lagi bimbingan dan layanan bagi ibu hamil
dengan status ekonomi rendah dengan memanfaatkan fasilitas yang disediakan
puskesmas seperti posyandu, pemanfaatan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Dengan adanya sarana diatas diharapkan setiap ibu hamil memiliki pengetahuan
yang baik tanpa memandang status ekonomi.
Berdasarkan standar Upah Minimum Regional (UMR) di Sumatera Selatan tahun
2012 yaitu penghasilan suatu
keluarga dikategorikan tinggi jika pendapatan perbulannya > Rp.1.195.000 dan dikategorikan rendah jika
pendapatan perbulannya < Rp.1.195.000 (Standar UMR Sumsel, 2012).
Pada penelitian ini peneliti mengelompokkan tingkat pendapatan dalam dua
kategori yaitu pendapatan tinggi : jika pendapatan > Rp.1.195.000 dan
pendapatan rendah : jika pendapatan < Rp.1.195.000.
Penelitian Terkait
1. Umur Ibu
Berdasarkan hasil penelitian Agustini (2010, yang berjudul faktor-faktor
yang berhubungan dengan anemia pada ibu hamil di Badan Pengelola Rumah Sakit
Umum (BPRSU) Rantauprapat Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2010. Jenis
penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif analitik
dengan rancangan penelitian cross sectional dengan menggunakan data sekunder
dari bulan April-Desember 2010 pada ibu hamil di Badan Pengelola Rumah Sakit
Umum (BPRSU) Rantauprapat. Hasil analisis bivariat diperoleh faktor yang
berhubungan dengan kejadian anemia adalah
umur ibu (p = 0,030) lower 2.420 dan upper 58.581. Ibu hamil diharapkan
memeriksakan kehamilannya secara teratur untuk mendeteksi dini keadaan
kesehatannya dan petugas kesehatan memberi penyuluhan untuk menambah
pengetahuan ibu tentang kejadian anemia pada ibu hamil sehingga AKI dan AKB
dapat diturunkan.
2. Status gizi
Berdasarkan hasil penelitianWuryanti (2010), yang
berjudul hubungan status gizi ibu hamil dengan kejadian anemia pada kehamilan
di RSUD Wonogiri. Metode penelitian : penelitian observasional dengan pendekatan
cross sectional. Populasi penelitian adalah ibu hamil yang bersalin di RSUD
Wonogiri. Jumlah sampel yang diperoleh mulai 19 Mei 2010 sampai dengan 10 Juli
2010 sebanyak 34 responden. Variabel bebas adalah status gizi ibu hamil dan
variabel terikat adalah anemia pada kehamilan. Analisa penelitian dilakukan
dengan menggunakan analisa bivariat, dengan uji statistik chi-square. Kemaknaan
hasil dilihat dari p value yang dibandingkan dengan nilai α=0,05. Hasil: Dalam
penelitian yang dilakukan terdapat 32,4% ibu yang mengalami anemia (Hb <11
gr%), 67,6% tidak anemia (Hb >11 gr%). Ibu dengan status gizi kurang, 45,5%
mengalami anemia dalam kehamilan dan 54,5%
tidak anemia. Hasil uji korelasi chi- square nilai X2 = 8,652; p = 0,003
(p<0,05). Simpulan: Terdapat hubungan
antara status gizi ibu hamil dengan kejadian anemia dalam kehamilan.
3. Status ekonomi
Berdasarkan hasil penelitian Agustini (2010, yang berjudul faktor-faktor
yang berhubungan dengan anemia pada ibu hamil di Badan Pengelola Rumah Sakit
Umum (BPRSU) Rantauprapat Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2010. Jenis
penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif analitik
dengan rancangan penelitian cross sectional dengan menggunakan data sekunder
dari bulan April-Desember 2010 pada ibu hamil di Badan Pengelola Rumah Sakit
Umum (BPRSU) Rantauprapat. Hasil analisis bivariat diperoleh faktor yang
berhubungan dengan kejadian anemia adalah
status ekonomi (p = 0,000) lower 1.946 dan upper 14.397.
2. Status gizi
Berdasarkan hasil penelitianWuryanti (2010), yang
berjudul hubungan status gizi ibu hamil dengan kejadian anemia pada kehamilan
di RSUD Wonogiri. Metode penelitian : penelitian observasional dengan pendekatan
cross sectional. Populasi penelitian adalah ibu hamil yang bersalin di RSUD
Wonogiri. Jumlah sampel yang diperoleh mulai 19 Mei 2010 sampai dengan 10 Juli
2010 sebanyak 34 responden. Variabel bebas adalah status gizi ibu hamil dan
variabel terikat adalah anemia pada kehamilan. Analisa penelitian dilakukan
dengan menggunakan analisa bivariat, dengan uji statistik chi-square. Kemaknaan
hasil dilihat dari p value yang dibandingkan dengan nilai α=0,05. Hasil: Dalam
penelitian yang dilakukan terdapat 32,4% ibu yang mengalami anemia (Hb <11
gr%), 67,6% tidak anemia (Hb >11 gr%). Ibu dengan status gizi kurang, 45,5%
mengalami anemia dalam kehamilan dan 54,5%
tidak anemia. Hasil uji korelasi chi- square nilai X2 = 8,652; p = 0,003
(p<0,05). Simpulan: Terdapat hubungan
antara status gizi ibu hamil dengan kejadian anemia dalam kehamilan.
3. Status ekonomi
Berdasarkan hasil penelitian Agustini (2010, yang berjudul faktor-faktor
yang berhubungan dengan anemia pada ibu hamil di Badan Pengelola Rumah Sakit
Umum (BPRSU) Rantauprapat Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2010. Jenis
penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif analitik
dengan rancangan penelitian cross sectional dengan menggunakan data sekunder
dari bulan April-Desember 2010 pada ibu hamil di Badan Pengelola Rumah Sakit
Umum (BPRSU) Rantauprapat. Hasil analisis bivariat diperoleh faktor yang
berhubungan dengan kejadian anemia adalah
status ekonomi (p = 0,000) lower 1.946 dan upper 14.397.
Langganan:
Postingan (Atom)