SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG DI BLOG TAKIYA AZKAH

Kamis, 15 Desember 2011

Apendisitis


Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun. Salah satu kelainan atau penyakit yang terjadi dalam sistem pencernaan yang membutuhkan pembedahan secara khusus adalah Apendisitis. 
Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Namun dalam tiga - empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan  berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis akut  timbul dalam sekitar 7% individu di negara barat, dan merupakan sebab terlazim akut abdomen yang memerlukan intervensi  bedah. Sekitar 200.000 apendektomi dilakukan setiap tahun di Amerika Serikat. Angka mortalitas bervariasi dari kurang dari 0,1 % dalam kasus tak berkomplikasi sampai sekitar 5 % dalam kasus dengan perforasi. 
 Apendisitis dapat juga disebut dengan radang usus buntu, bila peradangannya bertambah parah dan terinfeksi, usus buntu bisa pecah dan mengakibatkan perforasi usus. Usus buntu sendiri merupakan suatu saluran usus  yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar  atau sekum  (secum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak diperut kanan bawah bentuknya seperti bagian usus lainnya dan banyak mengandung kelenjar yang selalu mengeluarkan lendir.
Apendiks merupakan organ tambahan kecil yang menyerupai jari  melekat pada sekum tepat dibawah katub ileosekal. Karena apendiks mengosongkan diri  dengan tidak efisien dan lumennya kecil  maka apendiks mudah mengalami obstruksi dan rentan terhadap infeksi. 
Sedangkan penyebabnya belum diketahui secara pasti tetapi terjadinya apendisitis ini  umumnya karena bakteri. Selain bakteri  banyak sekali faktor pencetus lainnya. Diantaranya sumbatan dari lumen apendiks, adanya timbunan tinja yang keras (fekolit), tumor apendiks, namun juga dapat terjadi karena pengikisan mukosa apendiks akibat parasit seperti E.hystalitica, makanan rendah serat juga akan menimbulkan kemungkinan terjadinya hal tesebut, Tinja yang keras pada akhirnya akan menyebabkan konstipasi yang akan meningkatkan tekanan didalam sekum sehingga akan mempermudah timbulnya penyakit itu 
Gejala yang timbul pada penyakit apendisitis ini adalah anoreksia (hampir semuanya mengalami) dikuti dengan nyeri periumbilikal konstan  derajat sedang dengan pergeseran dalam 4-6 jam menjadi nyeri tajam pada kuadran kanan bawah. Posisi ujung apendiks yang bervariasi atau malrotasi, memungkinkan variabilitas dari lokasi nyeri. Selanjutnya dapat terjadi episode muntah, bersamaan dengan obstipasi atau diare, terutama pada anak-anak. 
Umumnya pengobatan yang disarankan langsung oleh dokter adalah operasi, pasalnya usus buntu yang meradang dan tak segera dioperasi bisa bocor sehingga radang meluas dalam rongga perut dan bisa menyebabkan terjadinya peritonitis dan itu bisa  berlanjut kepada kematian apabila tidak cepat ditangani. 
Sebenarnya ada cara mudah untuk menghindari penyakit Apendisitis, yang pertama yang harus dilakukan adalah diet tinggi serat dan yang kedua adalah minum air putih minimal 8 gelas sehari. Tetapi masalahnya sekarang adalah kurangnya  pengetahuan masyarakat tentang penyakit Apendisitis. Hal inilah yang membuat penyakit Apendisitis menjadi salah satu penyakit yang mempunyai jumlah penderita yang cukup tinggi di Indonesia khususnya Sumatera Selatan. 

2.1.            Apendisitis
2.1.1.   Definisi
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara berkembang penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai  30 tahun.  ( Mansjoer, 2000).
Apendisitis dapat juga disebut sebagai radang usus buntu, bila peradangannya bertambah parah dan terinfeksi, usus buntu bisa pecah dan mengakibatkan perforasi usus. Usus buntu sendiri merupakan suatu saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (secum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking  tangan dan terletak diperut  kanan bawah bentuknya seperti bagian usus lainnya dan banyak mengandung kelenjar yang selalu mengeluarkan lendir (Wed, 2004) .
Apendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan kedalam  lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Asosieted Lymphoid Tissue)  yang terdapat sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IGA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh sebab jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh  (Syamsuhidjayat, 2004).

2.1.3.   Etiologi
Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui tetapi terjadinya apendisitis ini umumnya karena bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya hal itu. Diantaranya sumbatan dari lumen apendiks, adanya timbunan tinja yang keras (fekolit) , tumor apendiks, namun juga dapat terjadi karena pengikisan mukosa apendiks akibat parasit seperti  E. Hystalitica. Makanan rendah serat juga akan menimbulkan kemungkinan terjadinya hal tersebut. Tinja yang meningkatkan tekanan didalam sekum sehingga akan mempermudah timbulnya penyakit itu (Etisa, 2003).
2.1.4. Patofisiologi     
Menurut Mansjoer (2002), Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri , dan  ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut  akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks diikuti dengan ganggren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. (Mansjoer, 2002)
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang  disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat  menjadi abses  atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah. (Mansjoer, 2000).

2.1.5        Epidemiologi
Insiden apendisitis dinegara maju lebih tinggi  dari pada dinegara berkembang, namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna, hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak-anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20 - 30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20 - 30 tahun, insiden pada lelaki lebih tinggi.
(Syamsuhidjayat, 2004).

2.1.6        Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2002),  Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri didaerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2 – 12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise dan demam yang tak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. ( Mansjoer,2000 2.1.7        Klasifikasi Apendisitis
Menurut Syamsuhidjayat (2004), mengatakan bahwa Apendisitis terdiri dari lima bagian antara lain  :
a.           Apendisitis Akut
Adalah peradangan apendiks yang timbul meluas dan mengenai peritoneum pariental setempat sehingga menimbulkan rasa sakit di abdomen kanan bawah.
            b.     Apendisitis Infiltrat (Masa Periapendikuler)
Apendisitis infiltrat atau masa periapendikuler terjadi bila apendisitis ganggrenosa  di tutupi pendinginan oleh omentum.
c.           Apendisitis Perforata
Ada fekalit didalam lumen, Umur (orang tua atau anak muda) dan keterlambatan  diagnosa merupakan faktor yang berperan  dalam
                    terjadinya perforasi apendiks.
            d.     Apendisitis Rekuren
Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan, namun apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. Resikonya untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50%.
            e.     Apendisitis Kronis
Fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronik.

2.1.8        Diagnosa banding
Menurut Syamsuhidjayat (2004), Diagnosa banding pada Apendisitis dapat dibagi menjadi 9 macam taitu ;
a.           Gastroenteritis
        Pada gastroenteritis mual,muntah,dan diare didahului rasa sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas.
b.          Demam Dengue
        Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis.
c.           Limfadenitis Mesenterika
        Limfaderitis  mesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis di tandai dengan nyeri perut, terutama kanan  disertai
        dengan perasaan mual nyeri tekan perut samar, terutama kanan.
d.          Kelainan Ovulasi
        Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang  dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari.

e.           Infeksi Panggul
        Suhu biasanya lebih tinggi dari pada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.
f.            Kehamilan diluar kandungan
        Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan diluar rahim dengan perdarahan  akan timbul  nyeri yang mendadak difus didaerah pelvis dan  mungkin terjadi syok hipovolemik.
g.           Kista ovarium terpuntir
        Timbul nyeri mendadak dan tidak terdapat demam  pemeriksaan  Ultrasonografi menentukan diagnosis menentukan diagnosis .
h.           Endometriosis eksterna
Endometrium diluar rahim akan memberikan keluhan nyeri ditempat endometriosis berada dan darah menstruasi terkumpul ditempat itu karena tidak ada jalan keluar.
i.             Urolitiasis Pielum
        Disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri konstovertebral disebelah kanan, dan piuria.

2.1.9        Komplikasi
Menurut Schrock (1991), Komplikasi yang sering terjadi pada pasien apendisitis adalah  :
 a.           Peritonitis
        Peritonitis merupakan proses peradangan lokal atau umum pada peritoneum. Peritonitis  disertai rasa sakit yang semakin hebat, rasa nyeri, kembung, demam dan keracunan.
b.          Perforasi
        Karena dinding apendiks mengalami ganggren, rasa sakit yang bertambah, demam tinggi, rasa nyeri yang menyebar dan jumlah leukosit yang tinggi merupakan tanda kemungkinan  terjadinya perforasi.
c.           Pieloflebitis
        Adalah tromboplebitis septik vena portal ditandai dengan demam yang tinggi, panas dingin menggigil dan ikterus.
d.          Abses apendiks
        Terasa suatu massa  lunak dikuadran kanan bawah atau didaerah pelvis.  Massa ini mula-mula berupa flegmen  tetapi dapat berkembang menjadi rongga yang mengandung nanah.                       
2.1.10.   Pemeriksaan Penunjang
            Menurut Mansjoer (2000), pemeriksaan laboratorium yang diperlukan antara lain pemeriksaan darah, urin, dan feces. Sedangkan pemeriksaan radiologis adalah foto polos dada, foto polos abdomen, angiografi  pemeriksaan dengan kontras, ultrasonografi, CT – Scan, Endoskopi dan parasentesis.
            Pada foto polos abdomen, ganbaran gas difus dengan udara mencapai ampula rekti menunjukkan adanya ileusparalitik, khususnya bila bising usus menghilang. Distensi usus yang berisi gas terjadi pada obstruksi usus. Airfluid level terjadi pada obstruksi usus halus bagian distal. Distensi sekum dengan usus halus yang mengalami dilatasi terjadi pada obstruksi usus besar.
(Mansjoer, 2000).
2.1.11.   Penatalaksanaan
            A.    Tindakan medis
                    1.     Observasi terhadap diagnosa
Dalam 8 – 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis, sering tidak terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting dilakukan observasi yang cermat. Penderita dibaringkan ditempat tidur dan tidak diberi apapun melalui mulut.  Bila diperlukan maka dapat diberikan cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik jika memungkinkan, tetapi obat sedatif seperti barbitural atau penenang tidak karena merupakan kontra indikasi. Pemeriksaan abdomen dan rektum, sel darah putih dan hitung jenis di ulangi secara periodik. Perlu dilakukan foto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua kasus apendisitis, diagnosa dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran kanan bawah dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala.
2.          Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau toksitas yang menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat menggangu. Pada penderita ini dilakukan aspirasi kubah lambung jika diperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi dengan pipa tetap terpasang.
3.          Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi sistematik dengan toksitas yang berat dan demam yang tinggi .
                (Mansjoer, 2000)
B.         Terapi Bedah
          Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera setelah terkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan sistematik lainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan. Pembedahan yang direncanakan secara dini baik mempunyai  praksi mortalitas 1 % secara primer  angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tampaknya disebabkan oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi akibat yang tertunda (Mansjoer, 2000)           
C.    Terapi Pasca Operasi
          Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan  pernapasan angket sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai  15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam.  Keesokan harinya diberikan makan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk  diluar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.  (Mansjoer, 2000)

2.1.12.   Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminologi apendisitis kronis sebenarnya tidak ada. (Mansjoer, 2000)

2.1.13.Pencegahan
Menurut Conectique (2007), pencegahan penyakit apendisitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu  :
1.      Diet tinggi serat akan sangat membantu melancarkan aliran pergerakan makanan dalam saluran cerna sehingga tidak tertumpuk lama dan mengeras.
2.      Minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang air besar juga akan membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara keseluruhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar